Just another free Blogger theme

Sunday, 13 October 2024



Pinrang-Perhatikan ekspresi kedua wercok ini, Anita dan suaminya. Mereka terlihat tertawa bahagia, sangat senang ketika menyaksikan warga diseret ramai-ramai hingga pingsan oleh sekawananan wercoknya. Sebelum peristiwa penyerangan terhadap korban, Andi Edi Syandy, di pagi tanggal 17 Mei 2024 lalu itu, Kompol Anita yang pernah menjabat sebagai Kasatskrim dan Kapolsek ini, datang ke depan rumah korban dan berteriak-teriak mengancam akan mengerahkan pasukan untuk menyeret korban keluar dari rumahnya.


DAN, hal itu benar-benar dilakukannya. Melihat keinginannya menyeret warga oleh sekelompok wercok suruhannya terwujud, maka bergembiralah dia bersama suaminya. Sayangnya, Anita memakai masker, jadi tidak terlihat benar senyum dan tawa manisnya. Ekspresi yang tampak jelas semacam ini merupakan  salah satu gejala penyakit psikopat, bahagia melihat penyiksaan manusia lainnya di depan matanya.


Disclaimer: Saya minta maaf kepada korban, Bapak Andi Edi Syandy. Sebenarnya saya tidak ingin mengeluarkan atau menampilkan video yang satu ini karena terlihat video penyiksaannya terlalu vulgar. Saya juga sudah berupaya mem-mblur bagian yang cukup sensitif, namun kurang sempurna. Sekali lagi saya mohon maaf. Semoga pesan kita terkait kasus ini bisa terkirimkan dengan selamat kepada para pengampu kebijakan di bidang hukum di negara ini. Terima kasih.

https://youtu.be/xPqS2GtlKlc



Pinrang – Viralnya pemberitaan tentang dugaan penganiayaan terhadap seorang warga di Pinrang, Sulawesi Selatan, Kapolres Pinrang, AKBP Andiko Wicaksono S.I.K., mengatakan bahwa pihaknya sudah melaksanakan tugasnya sesuai standard operational procedure (SOP). Klarifikasi yang merupakan hak jawab itu disampaikan Kapolres melalui Kasatreskrim Polres Pinrang, AKP Andi Reza Pahlawan, Minggu, 13 Oktober 2024.


“Kasus lapduanmas yang dilaporkan oleh Sdr. H. Edy yang dilimpahkan oleh Krimum Polda Sulsel, berdasarkan SOP telah dilakukan langkah-langkah penyelidikan dan pemeriksaan para saksi-saksi yang ada di TKP, kemudian berdasarkan hasil gelar perkara, kasus tersebut dihentikan karena tidak ditemukan adanya peristiwa pidana.” Demikian tulis Andi Reza melalui jaringan WhatsApp-nya kepada media ini.


Berita terkait di sini: Wercok Anita Diduga Intervensi Penanganan Kasusnya, Alumni Lemhannas Desak Kapolres Pinrang Dicopot (https://pewarta-indonesia.com/2024/10/wercok-anita-diduga-intervensi-penanganan-kasusnya-alumni-lemhannas-desak-kapolres-pinrang-dicopot/)


Dalam keterangan lainnya melalui penyampaian suara per telepon, Kasatreskrim itu juga menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi di lokasi kejadian bukanlah penganiayaan tapi pengamanan terhadap yang bersangkutan agar tidak terjadi chaos. “Karena takut terjadi chaos, maka petugas melakukan tindakan pengamanan terhadap yang bersangkutan,” ujar Andi Reza.


Menanggapi klarifikasi dari pihak Polres Pinrang ini, semuanya dikembalikan kepada publik untuk menilai secara obyektif terkait peristiwa tersebut. Namun demikian, media menghargai hak jawab yang telah dikirimkan Kapolres Pinrang melalui Kasatreskrimnya kepada kami. (TIM/Red)

Friday, 11 October 2024



Jakarta – Alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mencopot Kapolres Pinrang, Sulawesi Selatan, AKBP Andiko Wicaksono S.I.K. Menurutnya, Andiko tidak layak jadi pemimpin satuan di lingkungan Polri yang semestinya melayani, mengayomi, dan melindungi rakyat.


“Tugas institusi Polri itu, dari tingkat tertinggi Mabes Polri hingga unit terendah, Subsektor dan Babhinkantibmas, adalah untuk melayani, mengayomi, dan melindungi rakyat. Tidak ada dalam aturan perundangan manapun yang terkait Polri yang mengatakan bahwa tupoksi Polri adalah melayani, mengayomi, dan melindungi anggota Polri. Yang ada secara jelas dan tegas adalah bertugas untuk rakyat, dan untuk inilah mereka dibayar oleh rakyat,” jelas Wilson Lalengke dalam pernyataan persnya, Jumat, 11 Oktober 2024.


Hal itu diungkapkannya terkait dengan penghentian penyelidikan atas kasus penganiayaan yang dilaporkan korban penganiayaan, Andi Edy Syandy, beberapa lalu. Laporan Pengaduan Masyarakat (Lapdumas) tertanggal 26 Juni 2024 yang dilayangkan oleh korban telah dihentikan penyelidikannya oleh Polres Pinrang pada 3 September 2024.


“Sudah sangat jelas dari video yang beredar bahwa warga Jl. Musang, Kelurahan Maccorawalie, Kecamatan Watang Sawitto, Pinrang itu mengalami penganiayaan, penyerangan secara fisik, diseret beramai-ramai oleh segerombolan wereng coklat suruhan wercok betina Kompol Anita Taherong. Bahkan korban sempat pingsan dan hampir mati, menyebabkan para penyerang berhenti menganiaya dan menjauhi korban karena takut melihat kondisi korban yang menghawatirkan itu. Lah, penyidik Polres Pinrang mengatakan tidak ada unsur pidana. Gile benerrr…” ungkap tokoh pers nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi itu.


Sehubungan dengan itu, lanjutnya, dia menduga kuat Kompol Anita melakukan intervensi atas kasus tersebut agar dia selamat. Ajaibnya, Kapolres Andiko Wicaksono tidak ubahnya seperti kerbau dicucuk hidung, mau saja mengikuti kemauan si wercok betina itu.


“Apakah Kapolres Pinrang menderita sakit mata sehingga tidak bisa melihat tindakan brutal penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan anak buahnya terhadap warga yang membelikan celana dalamnya si Kapolres itu? Terlalu naif, sudah buta hati nurani kalian, tidak lagi bertugas mengayomi dan melindungi rakyat, tapi justru menjadi pembela anggotanya yang telah melakukan tindak pidana berat,” sebut Wilson Lalengke dengan nada emosi.


Sebaliknya, laporan wercok Anita ke Polda Sulsel tempat dia bekerja tentang penyebaran video yang berisi penganiayaan yang dilakukan terhadap korban, malahan pengaduan wercok betina itu yang diproses lanjut. “Jika Kapolri tidak membenahi proses penegakan hukum dalam kasus ini, hal itu akan menjadi pertanda buruk bagi kondisi hukum di Indonesia secara nasional. Bagaimana mungkin perekaman dan penyebarluasan video tentang penganiayaan warga dipersalahkan, sementara tindakan penganiayaan itu sendiri dianggap benar. Negara hukum macam apa ini boss?” tutur lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England, ini.


Melihat gelagat penerapan hukum yang kacau-balau di Polda Sulawesi Selatan itu, Wilson Lalengke menyerukan kepada seluruh warga masyarakat agar bersatu melawan kezoliman aparat wereng coklat yang semena-mena terhadap anggota masyarakatnya. “Saya menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, terutama di Sulawesi Selatan, agar jangan diam saja ketika melihat kezoliman yang dilakukan aparat terhadap warga masyarakat di sekitarnya. Ayo bersatu, lawan setiap bentuk kezoliman aparat terhadap anggota masyarakat di lingkungan Anda. Contoh, Kapolda Sulsel baru-baru ini dipindahkan karena zolim ke warga dan wartawan,” jelas wartawan senior ini mengakhiri pernyataan persnya. (APL/Red)

Thursday, 10 October 2024


Pinrang - Seorang Polwan berpangkat Kompol, bernama Anita, bersama gerombolan anggotanya melakukan penyerangan, penganiayaan, dan kekerasan fisik terhadap seorang warga di Jl. Musang No. 8 Pinrang, Sulawesi Selatan. Peristiwa mengenaskan tersebut terjadi pada medio Mei 2024 lalu.

Korban penyerangan secara brutal oleh Anita dan kawanannya tersebut bernama Andi Edi Syandy, warga Pinrang pemilik rumah yang diakuisi secara tidak prosedural hukum yang benar oleh wercok betina itu. Andi Edi Syandy dipaksa keluar dari rumahnya dengan cara dipegang dan ditarik paksa beramai-ramai oleh para wercok jantan anak buah Anita. Pria paruh baya ini diseret hingga ke jalan raya.

Penganiayaan terhenti ketika korban jatuh pingsan. Para polisi yang dikerahkan Anita untuk melakukan penyerangan dan penganiayaan melepaskan pecengkeraman mereka terhadap korban dan mulai menjauh. Keluarga korban, dibantu seorang pengendara motor, berusaha memberikan pertolongan agar korban dapat bernafas lagi dan siuman dari pingsannya.

Anehnya, video penganiayaan yang akhirnya viral di media-media, terutama di media sosial, dipersoalkan Anita ke Polda Sulsel. Anita menuduh korban dan keluarganya menyebarkan informasi yang menyerang kehormatan dan nama baiknya. Seperti biasa, para wercok Polda Sulsel sangat cekatan merespon laporan rekannya sesama wercok itu.

Kini, korban Andi Edi Syandy dan 3 anaknya ditersangkakan Pasal 45 dan 27 UU ITE. Sementara itu, laporan korban terkait penganiayaan dan kekerasan fisik (Pasal 170 KUHPid) di Polda Sulsel dan Lapdumas ke Propam Polri, alhamdulillah, jalan di tempat dengan selamat.

Publik akhirnya bertanya, apakah Polri bekerja untuk melindungi rakyat yang bayar biaya pengisi perut mereka atau hanya berfungsi menjadi pembela anggotanya? Mengapa rakyat harus biayai institusi itu jika faktanya mereka bukan bekerja untuk rakyat?

Para korban dan rakyat Pinrang berharap, Pimpinan Polri yang berslogan Presisi dapat menjelaskan kepada mereka, apa sesungguhnya tugas pokok dan fungsi Polri. (*)


https://youtu.be/x9p4M0CEl3Y?

Tuesday, 8 October 2024


Jakarta - Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, melaporkan tindakan lima anggota polisi dari Polda Metro Jaya yang dianggap tidak beretika, berperilaku tidak sopan dan mencederai privasinya. Kejadian ini bermula ketika para anggota polisi tersebut menyambangi rumah Wilson Lalengke di bilangan Slip-29, Jakarta Barat, pada Senin pagi, 7 Oktober 2024, sekitar pukul 06.30 WIB.

Menurut keterangan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini, para polisi itu datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Wilson Lalengke, yang baru bangun tidur, mempersilakan mereka masuk ke ruang tamu untuk berdiskusi. Para polisi itu menyampaikan bahwa kedatangan mereka bertujuan meminta klarifikasi terkait sebuah video yang diunggah tokoh pers nasional ini di channel YouTube miliknya, ‘Wilson Lalengke Official’, yang menyinggung adanya dugaan jual-beli pangkat di lingkungan Polri.

Saat Wilson Lalengke meminta surat tugas, salah satu anggota polisi menunjukkan surat dari pimpinannya dengan logo Polda Metro Jaya. Namun, peristiwa tak menyenangkan terjadi ketika ia hendak mengambil kacamata di kamar tidurnya. Seorang anggota polisi berbadan gemuk dengan pakaian kaos lengan panjang hitam keabuan, tanpa izin, mengikuti wartawan senior itu ke dalam kamar tidur dan membuka pintu kamar.

Wilson Lalengke yang terkejut dengan tindakan tersebut langsung menyuruh polisi yang tidak bermoral itu keluar sambil marah-marah. Istri mantan trainer jurnalistik warga bagi ribuan anggota TNI/Polri yang sedang menyiapkan kopi di dapur mendengar suara keributan tersebut. Wilson Lalengke kemudian menggiring polisi yang dianggapnya tidak sopan itu kembali ke ruang tamu sambil menegur perilakunya di hadapan rekan-rekan sesama anggota.

Setelah kejadian tersebut, sekitar 15-20 menit kemudian, datang seorang yang diduga pimpinan dari para anggota polisi ini. Sang pimpinan menjelaskan bahwa tujuan mereka adalah untuk bersilaturahmi sambil menikmati kopi yang disediakan oleh istri Wilson Lalngke. Namun, jebolan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, ini menyatakan bahwa perilaku salah satu anggotanya sangat mencederai privasi dan mencerminkan kurangnya etika dan sopan-santun dalam bertugas.

Atas kejadian tersebut, Wilson Lalengke telah mengajukan pengaduan resmi dengan nomor registrasi 11241008000006 ke Divpropam Mabes Polri. Aduan tersebut saat ini sedang dalam proses menunggu konfirmasi oleh Bagyanduan Divpropam. Ketum PPWI itu berharap agar tindakan tegas diambil terhadap oknum polisi yang telah melecehkan privasi keluarganya sesuai peraturan internal Polri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini.

Rangkaian kronologi peristiwa tersebut di atas disampaikan oleh Wilson Lalengke pada hari Selasa, 8 Oktober 2024, di Jakarta. Kejadian ini mengundang perhatian publik dan diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi aparat kepolisian untuk menjaga etika dan sopan-santun dalam bertugas. (TIM/Red)