Just another free Blogger theme

Sunday, 13 October 2024



Pinrang-Perhatikan ekspresi kedua wercok ini, Anita dan suaminya. Mereka terlihat tertawa bahagia, sangat senang ketika menyaksikan warga diseret ramai-ramai hingga pingsan oleh sekawananan wercoknya. Sebelum peristiwa penyerangan terhadap korban, Andi Edi Syandy, di pagi tanggal 17 Mei 2024 lalu itu, Kompol Anita yang pernah menjabat sebagai Kasatskrim dan Kapolsek ini, datang ke depan rumah korban dan berteriak-teriak mengancam akan mengerahkan pasukan untuk menyeret korban keluar dari rumahnya.


DAN, hal itu benar-benar dilakukannya. Melihat keinginannya menyeret warga oleh sekelompok wercok suruhannya terwujud, maka bergembiralah dia bersama suaminya. Sayangnya, Anita memakai masker, jadi tidak terlihat benar senyum dan tawa manisnya. Ekspresi yang tampak jelas semacam ini merupakan  salah satu gejala penyakit psikopat, bahagia melihat penyiksaan manusia lainnya di depan matanya.


Disclaimer: Saya minta maaf kepada korban, Bapak Andi Edi Syandy. Sebenarnya saya tidak ingin mengeluarkan atau menampilkan video yang satu ini karena terlihat video penyiksaannya terlalu vulgar. Saya juga sudah berupaya mem-mblur bagian yang cukup sensitif, namun kurang sempurna. Sekali lagi saya mohon maaf. Semoga pesan kita terkait kasus ini bisa terkirimkan dengan selamat kepada para pengampu kebijakan di bidang hukum di negara ini. Terima kasih.

https://youtu.be/xPqS2GtlKlc



Pinrang – Viralnya pemberitaan tentang dugaan penganiayaan terhadap seorang warga di Pinrang, Sulawesi Selatan, Kapolres Pinrang, AKBP Andiko Wicaksono S.I.K., mengatakan bahwa pihaknya sudah melaksanakan tugasnya sesuai standard operational procedure (SOP). Klarifikasi yang merupakan hak jawab itu disampaikan Kapolres melalui Kasatreskrim Polres Pinrang, AKP Andi Reza Pahlawan, Minggu, 13 Oktober 2024.


“Kasus lapduanmas yang dilaporkan oleh Sdr. H. Edy yang dilimpahkan oleh Krimum Polda Sulsel, berdasarkan SOP telah dilakukan langkah-langkah penyelidikan dan pemeriksaan para saksi-saksi yang ada di TKP, kemudian berdasarkan hasil gelar perkara, kasus tersebut dihentikan karena tidak ditemukan adanya peristiwa pidana.” Demikian tulis Andi Reza melalui jaringan WhatsApp-nya kepada media ini.


Berita terkait di sini: Wercok Anita Diduga Intervensi Penanganan Kasusnya, Alumni Lemhannas Desak Kapolres Pinrang Dicopot (https://pewarta-indonesia.com/2024/10/wercok-anita-diduga-intervensi-penanganan-kasusnya-alumni-lemhannas-desak-kapolres-pinrang-dicopot/)


Dalam keterangan lainnya melalui penyampaian suara per telepon, Kasatreskrim itu juga menyampaikan bahwa peristiwa yang terjadi di lokasi kejadian bukanlah penganiayaan tapi pengamanan terhadap yang bersangkutan agar tidak terjadi chaos. “Karena takut terjadi chaos, maka petugas melakukan tindakan pengamanan terhadap yang bersangkutan,” ujar Andi Reza.


Menanggapi klarifikasi dari pihak Polres Pinrang ini, semuanya dikembalikan kepada publik untuk menilai secara obyektif terkait peristiwa tersebut. Namun demikian, media menghargai hak jawab yang telah dikirimkan Kapolres Pinrang melalui Kasatreskrimnya kepada kami. (TIM/Red)

Friday, 11 October 2024



Jakarta – Alumni PPRA-48 Lemhannas RI Tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo segera mencopot Kapolres Pinrang, Sulawesi Selatan, AKBP Andiko Wicaksono S.I.K. Menurutnya, Andiko tidak layak jadi pemimpin satuan di lingkungan Polri yang semestinya melayani, mengayomi, dan melindungi rakyat.


“Tugas institusi Polri itu, dari tingkat tertinggi Mabes Polri hingga unit terendah, Subsektor dan Babhinkantibmas, adalah untuk melayani, mengayomi, dan melindungi rakyat. Tidak ada dalam aturan perundangan manapun yang terkait Polri yang mengatakan bahwa tupoksi Polri adalah melayani, mengayomi, dan melindungi anggota Polri. Yang ada secara jelas dan tegas adalah bertugas untuk rakyat, dan untuk inilah mereka dibayar oleh rakyat,” jelas Wilson Lalengke dalam pernyataan persnya, Jumat, 11 Oktober 2024.


Hal itu diungkapkannya terkait dengan penghentian penyelidikan atas kasus penganiayaan yang dilaporkan korban penganiayaan, Andi Edy Syandy, beberapa lalu. Laporan Pengaduan Masyarakat (Lapdumas) tertanggal 26 Juni 2024 yang dilayangkan oleh korban telah dihentikan penyelidikannya oleh Polres Pinrang pada 3 September 2024.


“Sudah sangat jelas dari video yang beredar bahwa warga Jl. Musang, Kelurahan Maccorawalie, Kecamatan Watang Sawitto, Pinrang itu mengalami penganiayaan, penyerangan secara fisik, diseret beramai-ramai oleh segerombolan wereng coklat suruhan wercok betina Kompol Anita Taherong. Bahkan korban sempat pingsan dan hampir mati, menyebabkan para penyerang berhenti menganiaya dan menjauhi korban karena takut melihat kondisi korban yang menghawatirkan itu. Lah, penyidik Polres Pinrang mengatakan tidak ada unsur pidana. Gile benerrr…” ungkap tokoh pers nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi itu.


Sehubungan dengan itu, lanjutnya, dia menduga kuat Kompol Anita melakukan intervensi atas kasus tersebut agar dia selamat. Ajaibnya, Kapolres Andiko Wicaksono tidak ubahnya seperti kerbau dicucuk hidung, mau saja mengikuti kemauan si wercok betina itu.


“Apakah Kapolres Pinrang menderita sakit mata sehingga tidak bisa melihat tindakan brutal penyerangan dan penganiayaan yang dilakukan anak buahnya terhadap warga yang membelikan celana dalamnya si Kapolres itu? Terlalu naif, sudah buta hati nurani kalian, tidak lagi bertugas mengayomi dan melindungi rakyat, tapi justru menjadi pembela anggotanya yang telah melakukan tindak pidana berat,” sebut Wilson Lalengke dengan nada emosi.


Sebaliknya, laporan wercok Anita ke Polda Sulsel tempat dia bekerja tentang penyebaran video yang berisi penganiayaan yang dilakukan terhadap korban, malahan pengaduan wercok betina itu yang diproses lanjut. “Jika Kapolri tidak membenahi proses penegakan hukum dalam kasus ini, hal itu akan menjadi pertanda buruk bagi kondisi hukum di Indonesia secara nasional. Bagaimana mungkin perekaman dan penyebarluasan video tentang penganiayaan warga dipersalahkan, sementara tindakan penganiayaan itu sendiri dianggap benar. Negara hukum macam apa ini boss?” tutur lulusan pasca sarjana bidang Global Ethics dari Birmingham University, England, ini.


Melihat gelagat penerapan hukum yang kacau-balau di Polda Sulawesi Selatan itu, Wilson Lalengke menyerukan kepada seluruh warga masyarakat agar bersatu melawan kezoliman aparat wereng coklat yang semena-mena terhadap anggota masyarakatnya. “Saya menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, terutama di Sulawesi Selatan, agar jangan diam saja ketika melihat kezoliman yang dilakukan aparat terhadap warga masyarakat di sekitarnya. Ayo bersatu, lawan setiap bentuk kezoliman aparat terhadap anggota masyarakat di lingkungan Anda. Contoh, Kapolda Sulsel baru-baru ini dipindahkan karena zolim ke warga dan wartawan,” jelas wartawan senior ini mengakhiri pernyataan persnya. (APL/Red)

Thursday, 10 October 2024


Pinrang - Seorang Polwan berpangkat Kompol, bernama Anita, bersama gerombolan anggotanya melakukan penyerangan, penganiayaan, dan kekerasan fisik terhadap seorang warga di Jl. Musang No. 8 Pinrang, Sulawesi Selatan. Peristiwa mengenaskan tersebut terjadi pada medio Mei 2024 lalu.

Korban penyerangan secara brutal oleh Anita dan kawanannya tersebut bernama Andi Edi Syandy, warga Pinrang pemilik rumah yang diakuisi secara tidak prosedural hukum yang benar oleh wercok betina itu. Andi Edi Syandy dipaksa keluar dari rumahnya dengan cara dipegang dan ditarik paksa beramai-ramai oleh para wercok jantan anak buah Anita. Pria paruh baya ini diseret hingga ke jalan raya.

Penganiayaan terhenti ketika korban jatuh pingsan. Para polisi yang dikerahkan Anita untuk melakukan penyerangan dan penganiayaan melepaskan pecengkeraman mereka terhadap korban dan mulai menjauh. Keluarga korban, dibantu seorang pengendara motor, berusaha memberikan pertolongan agar korban dapat bernafas lagi dan siuman dari pingsannya.

Anehnya, video penganiayaan yang akhirnya viral di media-media, terutama di media sosial, dipersoalkan Anita ke Polda Sulsel. Anita menuduh korban dan keluarganya menyebarkan informasi yang menyerang kehormatan dan nama baiknya. Seperti biasa, para wercok Polda Sulsel sangat cekatan merespon laporan rekannya sesama wercok itu.

Kini, korban Andi Edi Syandy dan 3 anaknya ditersangkakan Pasal 45 dan 27 UU ITE. Sementara itu, laporan korban terkait penganiayaan dan kekerasan fisik (Pasal 170 KUHPid) di Polda Sulsel dan Lapdumas ke Propam Polri, alhamdulillah, jalan di tempat dengan selamat.

Publik akhirnya bertanya, apakah Polri bekerja untuk melindungi rakyat yang bayar biaya pengisi perut mereka atau hanya berfungsi menjadi pembela anggotanya? Mengapa rakyat harus biayai institusi itu jika faktanya mereka bukan bekerja untuk rakyat?

Para korban dan rakyat Pinrang berharap, Pimpinan Polri yang berslogan Presisi dapat menjelaskan kepada mereka, apa sesungguhnya tugas pokok dan fungsi Polri. (*)


https://youtu.be/x9p4M0CEl3Y?

Tuesday, 8 October 2024


Jakarta - Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI), Wilson Lalengke, melaporkan tindakan lima anggota polisi dari Polda Metro Jaya yang dianggap tidak beretika, berperilaku tidak sopan dan mencederai privasinya. Kejadian ini bermula ketika para anggota polisi tersebut menyambangi rumah Wilson Lalengke di bilangan Slip-29, Jakarta Barat, pada Senin pagi, 7 Oktober 2024, sekitar pukul 06.30 WIB.

Menurut keterangan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini, para polisi itu datang tanpa pemberitahuan sebelumnya. Wilson Lalengke, yang baru bangun tidur, mempersilakan mereka masuk ke ruang tamu untuk berdiskusi. Para polisi itu menyampaikan bahwa kedatangan mereka bertujuan meminta klarifikasi terkait sebuah video yang diunggah tokoh pers nasional ini di channel YouTube miliknya, ‘Wilson Lalengke Official’, yang menyinggung adanya dugaan jual-beli pangkat di lingkungan Polri.

Saat Wilson Lalengke meminta surat tugas, salah satu anggota polisi menunjukkan surat dari pimpinannya dengan logo Polda Metro Jaya. Namun, peristiwa tak menyenangkan terjadi ketika ia hendak mengambil kacamata di kamar tidurnya. Seorang anggota polisi berbadan gemuk dengan pakaian kaos lengan panjang hitam keabuan, tanpa izin, mengikuti wartawan senior itu ke dalam kamar tidur dan membuka pintu kamar.

Wilson Lalengke yang terkejut dengan tindakan tersebut langsung menyuruh polisi yang tidak bermoral itu keluar sambil marah-marah. Istri mantan trainer jurnalistik warga bagi ribuan anggota TNI/Polri yang sedang menyiapkan kopi di dapur mendengar suara keributan tersebut. Wilson Lalengke kemudian menggiring polisi yang dianggapnya tidak sopan itu kembali ke ruang tamu sambil menegur perilakunya di hadapan rekan-rekan sesama anggota.

Setelah kejadian tersebut, sekitar 15-20 menit kemudian, datang seorang yang diduga pimpinan dari para anggota polisi ini. Sang pimpinan menjelaskan bahwa tujuan mereka adalah untuk bersilaturahmi sambil menikmati kopi yang disediakan oleh istri Wilson Lalngke. Namun, jebolan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, ini menyatakan bahwa perilaku salah satu anggotanya sangat mencederai privasi dan mencerminkan kurangnya etika dan sopan-santun dalam bertugas.

Atas kejadian tersebut, Wilson Lalengke telah mengajukan pengaduan resmi dengan nomor registrasi 11241008000006 ke Divpropam Mabes Polri. Aduan tersebut saat ini sedang dalam proses menunggu konfirmasi oleh Bagyanduan Divpropam. Ketum PPWI itu berharap agar tindakan tegas diambil terhadap oknum polisi yang telah melecehkan privasi keluarganya sesuai peraturan internal Polri dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara ini.

Rangkaian kronologi peristiwa tersebut di atas disampaikan oleh Wilson Lalengke pada hari Selasa, 8 Oktober 2024, di Jakarta. Kejadian ini mengundang perhatian publik dan diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi aparat kepolisian untuk menjaga etika dan sopan-santun dalam bertugas. (TIM/Red)

Friday, 13 September 2024

Maros - Bertempat di Sekertariat Kelompok Wanita Tani (KWT) Anggrek Desa Rompegading, Kecamatan Cenrana, Kabupaten Maros, Tim Pemberdayaan Kemitraan Masyarakat (PKM) Fakultas Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Universitas Muslim Maros (FAPERTAHUT UMMA) melakukan Bimbingan Teknis Pembuatan Tepung Berbahan Tongkol Jagung pada Kamis, 12 September 2024.

Tim Dosen PKM FAPERTAHUT UMMA yang terdiri dari 3 (tiga) orang Dosen dan 3 (tiga) orang Mahasiswa Prodi Agroteknologi FAPERTAHUT UMMA, dinakhodai oleh Ibu Dr. Ir. Bibiana Rini Widiati Giono, M.P dengan beranggotakan Bapak Dr. Haerul, S.P., M.Si., Dr. Mohammad Anwar Sadat, S.P., M.Si, dan Mahasiswa Prodi Agroteknologi diantaranya: Musdalifa, Nurjannah dan Aliya Reski Fhadilah.

Kegiatan Bimtek tersebut dihadiri oleh Ketua Tim Penggerak PKK Kecamatan Cenrana, Musniar Muhusini, SKM, Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Cenrana, Bapak H. Bahtiar, S.P., M.P. beserta seluruh Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) se-Kecamatan Cenrana, Biro Sistem Informasi, Bapak Hajar, S.E., M.M, Wakil Dekan II FAPERTAHUT UMMA Bidang Keuangan dan Administrasi, Ibu Dr. Nining Haerani, S.P., M.P., Ketua Program Studi Agroteknologi FAPERTAHUT UMMA, Ibu Dr. Andi Herwati, S.P., M.Si., Ketua Himpunan Mahasiswa Agroteknologi (HIMAGRO) FAPERTAHUT UMMA, Bung Aswadi Hamid, Ketua KWT Anggrek, Ibu Suriati beserta seluruh anggota kelompoknya.

Ketua Tim Dosen PKM FAPERTAHUT UMMA, Ibu Dr. Ir. Bibiana Rini Widiati Giono, M.P mengemukakan bahwa tongkol jagung yang selama ini hanya dianggap sebagai limbah pertanian oleh sekelompok Petani, khususnya Petani di Desa Rompegading, ternyata memiliki kandungan gizi yang dapat dikonsumsi oleh manusia dan kaya akan serat. Tongkol jagung memiliki serat kasar tinggi dan rendah protein sehingga perlu diolah untuk meningkatkan nilai gizi. 

Lebih lanjut Ketua Tim PKM yang biasa disapa  Ibu Dr. Rini, memberikan pencerahan dihadapan Ibu-ibu KWT Anggrek bahwa tongkol jagung memiliki kandungan nutrisi yang terdiri dari bahan kering 90,0%, protein kasar 2,8%, lemak kasar 0,7%, abu 1,5%, serat kasar 32,7%, dinding sel 80%, lignin 6,0% dan ADF 32%.

"Tongkol jagung yang hanya menjadi limbah pertanian di Desa Rompegading, dapat diolah hingga menjadi tepung tongkol jagung melalui beberapa tahapan, diantaranya: sortasi/pemilahan tongkol jagung yang baik, pencucian, perebusan, pengeringan, penghalusan atau penepungan. Adapun tahap awal yang paling utama harus dilakukan, yaitu sortasi dengan tujuan untuk memilih tongkol jagung yang memiliki kondisi yang baik," ucap Ibu Dr. Ir. Bibiana Rini Widiati Giono, M.P.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Prodi Agroteknologi FAPERTAHUT UMMA, Ibu Dr. Andi Herwati, S.P., M.Si mengungkapkan apresiasi yang setinggi-tingginya atas antusias dan partisipasi aktif dari Ibu-ibu KWT Anggrek, mengikuti kegiatan bimtek pembuatan tepung dengan bahan baku dari tongkol jagung.

"Semoga kehadiran program yang didanai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Pendidikan Tinggi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Desa Rompegading, khususnya bagi KWT Anggrek untuk menampilkan inovasi baru melalui pemanfaatan bahan yang ada di sekitar kita," ujar Ibu Dr. Andi Herwati, S.P., M.Si.

Citizen report : Aswadi Hamid (Mahasiswa UMMA)

Thursday, 12 September 2024


Jakarta – Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke mendatangi Krimsus Polda Metro Jaya, di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis, 12 September 2024. Pada kesempatan tersebut, Wilson Lalengke didampingi Tim Penasehat Hukum (PH) PPWI, dalam rangka memenuhi undangan klarifikasi terkait Laporan Polisi Nomor: LP/B/2859/V/2024, atas nama pelapor mantan Ketum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Hendry Ch Bangun, tertanggal 22 Mei 2024.


Wilson Lalengke tiba di Gedung Krimsus Polda Metro Jaya sekira jam 10.20 Wib, dan menyampaikan kepada awak media bahwa dirinya datang ke Polda Metro Jaya bukan untuk memberikan keterangan kepada penyidik, tapi justru ingin memberikan bukti-bukti atas dugaan tindak pidana korupsi dan atau penggelapan dana hibah BUMN yang dilakukan Hendry Ch Bangun dan kawan-kawannya. “Saya hendak buktikan bahwa konten Youtube yang dipersoalkan oleh pelapor adalah fakta, makanya saya belum perlu memberikan keterangan sebelum dibuktikan bahwa laporan kami di KPK, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan berbagai lembaga penegak hukum lainnya tentang kebenarannya,” ungkap alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.


Berbagai dokumen dan data yang disampaikan ke Krimsus Polda Metro Jaya oleh Wilson Lalengke hari ini melalui tim pengacaranya antara lain berkas laporan dugaan korupsi/suap dana hibah BUMN ke KPK dan lembaga penegak hukum lainnya, slip bukti setoran pengembalian dana hibah, kwitansi penerimaan cashback dana hibah BUMN ke pegawai BUMN yang diklaim tidak pernah diterima oleh jajaran Forum Humas BUMN, Laporan Polisi ke Bareskrim Polri atas nama terlapor Hendry Ch Bangun oleh pelapor pengurus pusat PWI, Helmi Burman, dan setumpuk berkas bukti lainnya.


Tokoh pers nasional itu juga telah menyampaikan ke penyidik yang menangani laporan itu tentang pesan elektronik dari penyidik Dittipidkor Bareskrim Polri, AKBP H. Yusami, S.I.K., M.I.K, yang menyatakan bahwa Bareskrim Polri menemukan penyimpangan penggunaan dana hibah BUMN oleh Hendry Ch. Bangun dkk. “Terhadap laporan PWI tersebut sudah dilakukan. pulbaket dan diperoleh informasi bahwa sudah dilakukan audit internal independen terkait penggunaan dana (hibah BUMN – red) tersebut di atas dengan hasil memang terdapat penyimpangan dan diputuskan terhadap pihak oknum internal yang telah menerima dana tersebut untuk mengembalikan uang tersebut kepada PWI,” demikian pesan WhatsApp AKBP H. Yusami kepada Wilson Lalengke.


Pada kesempatan yang sama para pengacara PPWI Nasional yang mendampingi Wilson Lalengke, yang terdiri atas Advokat Dolfie Rompas, S.Sos, S.H., M.H.; Advokat Alfan Sari, S.H., M.H., M.M.; dan Advokat Ujang Kosasih, S.H., menjelaskan alasan dan dasar hukum mengapa pihaknya menolak klienya dimintai klarifikasi. “Kami menjelaskan kepada penyidik bahwa klien kami belum perlu dimintai keterangan, karena jelas ada SKB 3 lembaga (Polri, Kejagung, Kemenkominfo – red) tentang implementasi UU ITE yang harus dipedomani oleh penyidik dalam memproses laporan terkait delik pelanggaran ITE,” jelas Koordinator Tim PH PPWI, Advokat Dolfie Rompas.


Sejalan dengan Dolfie Rompas, Advokat Ujang Kosasih menambahkan bahwa penyidik seharusnya cermat dan mendalami terlebih dahulu laporan dugaan pelanggaran UU ITE dan tidak semestinya langsung mengirim surat panggilan terhadap terlapor dalam perkara ini. “Karena selain ada SKB UU ITE ada juga Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2018 tentang peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Ini harus dipahami oleh penyidik. Wilson Lalengke sedang mengungkap dugaan tindak pidana korupsi yang diduga keras dilakukan Hendry Ch Bangun dkk, dan telah mengadukannya ke KPK. Koq malah dapat panggilan Polisi sebagai terlapor. Seharusnya Wilson Lalengke mendapat penghargaan dari pemerintah,” tegas advokat asal Banten ini dengan mimik heran.


Masih dalam keterangannya, Ujang Kosasih menyampaikan bahwa Tim PH PPWI akan mengawal terus kasus ini. “Bila dipaksakan oleh penyidik Krimsus Polda Metro Jaya, maka ini akan jadi perseden buruk penegakan hukum di Indonesia yang dipertontonkan oleh Polda Metro Jaya,” sebutnya.


Pada kesempatan mendatangi Polda Metro Jaya, sejumlah anggota PPWI juga hadir menemani Ketua Umumnya, antara lain dari PPWI Karawang, PPWI Bekasi, PPWI Tangerang, PPWI DKI Jakarta, dan PPWI Pandeglang. Dalam menghadapi perkara ini Dewan Pengurus Nasional PPWI menurunkan 11 orang pengacara dari Divisi Hukum dan Advokasi organisasi pewarta warga yang akan merayakan ulang tahunnya yang ke-17, November 2024 mendatang. (TIM/Red)

Thursday, 29 August 2024

Oleh: Dr. Rahman Sabon Nama (Ketua Umum PDKN)

Situasi negara sedang berantakan. Hukum jadi pentungan politik. Partai politik  jadi industri kartel. Ekonomi, sumber daya alam jadi monopoli taipan 9 Naga. 

Semua ini akibat gangguan kewarasan modalitas dan moralitas pemimpin negara dan pemerintahan. Pemimpin yang doyan kangkangi konstitusi dasar negara, undang-undang, tata aturan dan moral hukum.

Parlemen, DPR, juga sami mawon: doyan kangkangi suara rakyat. Abai terhadap hak-hak konstitusional rakyat. Demonstrasi berjilid-jilid oleh mahasiswa, hingga belakangan terlibat intelektual, akademisi dan kelompok menengah lain untuk  perbaikan, tak juga digubris parlemen.

Kondisi itu tindih-menindih berkelindan dengan beban utang negara yang terus menggunung. Sebuah beban yang ditindihkan begitu berat ke pundak rakyat untuk melunasinya melalui pajak. Beban ini mengganduli pemerintahan baru nanti: pemerintahan Prabowo Subianto.

Sadar dan tersentak akan kondisi itu, Parpol nonkontestan Pemilu 2024, PDKN (Partai Daulat Kerajaan Nusantara), mengambil langkah penyelamatan bangsa dan negara. Lewat Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) partai ini, sejumlah pribumi yang ahli hukum dan finansial dihimpun untuk menyatu, melalukan langkah ini.

Grand agendanya: Mengusut collateral asset dinasti Kerajaan Nusantara yang selama ini diduga kuat digunakan secara gelap, ilegal, oleh kelompok cacing  yang bermetamorfosis menjadi 9 Naga.  Pada gilirannya kelompok taipan Cina Daratan ini menjadi beruang oligarki ekonomi super kaya, mengeksploitasi kekayaan maupun menyetir kebijakan pemerintah dan negara.

Riset, investigasi dan analisis DPP  PDKN yang mewadahi aspirasi kerajaan Nusantara menemukan: Collateral asset dinasti Nusantara yang ditengarai digunakan secara tidak sah adalah aset Kode 101 Eigendom Verponding Tanah Swapraja dan collateral  asset dari Konversi Emas ke $.US oleh Bank Indonesia (BI).

Asset itulah disimpan di bank pelaksana nasional yaitu bank-bank swasta: Bank Lippo (berdiri Maret 1989), Bank BCA (berdiri 21 Februari 1957), Bank Danamon (berdiri 16 Juli 1956), Bank BUMN Bank Mandiri ( berdiri 2 Oktober 1998), Bank BUMN BRI (berdiri 16 Desember 1895), dan Bank BUMN BNI (berdiri 5 Juli 1946).

Dari dokumen ahli waris pemegang   collateral asset dan collateral cash yang bergabung di PDKN termaktub: Aset tersebut berasal dari konversi emas dalam $ USD oleh Bank Sentral Indonesia (BI) dan tercatat di  Bank Dunia dan IMF adalah : 

1. Bank BCA dengan No. Account 22415-XXXXX terhitung tanggal 1 November 2012  menerima total dana $.US 430 billiun dengan bunga 4 % /tahun.

2. Bank Danamon dengan No. Account 99308-XXXXX tertanggal 1 Januari 1967 dan 1 November 2012 menerima total dana $US    966 billiun. 

3. Bank CIMB Niaga menerima dana sejak 1 Januari 1967 menerima dana $.US 110 billiun_

4. Bank Lippo Group yang diterima Mochtar Riady  dari Bank Indonesia dengan No. Account 23429-XXXXX sejumlah total dana sejak 1 November 2012 $.US 960 billiun. 

Ada 13 collateral asset milik Raja/Sultan Nusantara menjadi agenda Depkumham DPP PDKN dalam pengusutan. Satu di antaranya, emas murni yang dijadikan jaminan pencetakan uang IDR sesuai kesepakatan dalam visi-misi pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Kesepakatan bersejarah yang terdiamkan dan terbungkamkan itu dibuat  antara Presiden RI pertama, Bung Karno, dan para Raja Sultan Nusantara yang diwakili YM Sri Sultan Hamengkubowono IX dari Kerajaan Mataram Yogyakarta Hadiningrat. 

Prioritas utama Tim Kerja khusus PDKN ini adalah menelusuri dan melakukan investigasi kemana saja dana $US 900 billiun (miliar) yang tersimpan pada Bank Lippo mengalir dan digunakan. Begitu pula tehadap bank-bank lain.

Dasar dan latar PDKN mengambil langkah ini merupakan kewajiban dan tanggungjawab moral menyikapi  situasi negara kesatuan ini, NKRI, yang tengah dilanda pelbagai prahara. Baik politik, hukum, maupun soliditas dan solidaritas sosial, terutama keadaan ekonomi dan keuangan negara yang  terus kian merosot, mengantar rakyat Indonesia ke jurang kemiskinan, kemunduran pendidikan, kesehatan dll.

Sudah 79 tahun kemerdekaan negeri ini, para Raja Sultan Nusantara dan  rakyat pribumi enggan dan tidak pernah mengusik penggunaan collateral asset itu. Namun inilah saatnya melalui PDKN para Raja Sultan Nusantara yang telah dengan sukarela dan sukacita menyerahkan kedaulatan kekuasaannya demi terbentuknya sebuah NKRI, perlu mengambil langkah penyelamatan negara, bangsa dan nusa.

Langkah penyelamatan itu adalah menghentikan penggunaan collateral asset kerajaan Nusantara oleh kelompok 9 Naga Cacing atau kelompok manapun untuk kemudian dikembalikan kepada pemiliknya, Dinasti Kerajaan Nusantara. Dari sinilah collateral asset itu akan digunakan bagi kepentingan bangsa dan negara,  terutama kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran segenap rakyat Indonesia.

PDKN memandang, penyelamatan lebih substansial dan esensial adalah, agar Prabowo Subianto yang resmi menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2024 dapat mengeluarkan Dekrit Presiden Kembali ke Naskah Asli UUD 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945. 

Naskah asli yang dikembalikan itu diparipurnakan dengan Adendum pemisahan kekuasaan antara Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara Pemerintahan yakni: Kepala Pemerintahan dijabat oleh Presiden dan Kepala Negara dijabat oleh Raja Sultan Nusantara Pemegang Aset Dinasti secara bergilir dengan Sebutan Raja Yang Dipertuan Agung Kepala Negara.

Penempatan Raja Sultan Nusantara sebagai Kepala Negara terkandung makna dan tanggungjawab, agar seluruh dana collateral asset milik dinasti Kerajaan Nusantara kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, Indonesia, untuk semata-mata memenuhi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam nan kaya raya ini.[]

(_Rahman Sabon Nama adalah cucu buyut Pahlawan Adipati Kapitan Lingga Ratuloli dari Kerajaan Sunda Kecil/Adonara Solor Watan Lema, NTT_)

Tuesday, 27 August 2024



Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipikor Bareskrim Polri), AKBP. H. Yusami, S.I.K., M.I.K., mengatakan bahwa pihaknya akan mengusut tuntas kasus dugaan suap, korupsi, dan atau penggelapan dana hibah BUMN yang dilakukan oleh mantan pengurus pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch. Bangun cs. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, kepada wartawan usai menghadiri undangan dari Direktur Tipikor Bareskrim Polri, Senin, 26 Agustus 2024.


“Tadi saya bersama penasehat hukum PPWI, Advokat Dolfie Rompas, telah menjumpai penyidik Tipikor Bareskrim Polri dan menyerahkan tambahan alat bukti yang diperlukan dalam menindaklanjuti kasus dugaan penyelewengan dana hibah BUMN yang melibatkan mantan pengurus pusat PWI, Hendry Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhammad Ihsan, dan Syarief Hidayatullah. Selanjutnya, penyidik berjanji akan serius melakukan pengusutan hingga tuntas kasus ini,” jelas wartawan nasional yang merupakan alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu.


Wilson Lalengke kemudian menambahkan bahwa pihak Dittipikor akan melakukan koordinasi dengan pihak Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) terlebih dahulu agar penanganan kasus ini tidak tumpang-tindih. “Kasus dugaan korupsi uang rakyat ini kami laporkan ke KPK dan ditembuskan ke Kapolri, Kejagung, dan ratusan instansi lainnya termasuk Presiden RI hingga semua Forkopimda di seluruh Indonesia. Jadi, tadi disampaikan oleh penyidik bahwa mereka perlu berkoordinasi dengan pihak KPK agar penanganan kasusnya jelas dan tidak tumpang-tindih,” imbuh Ketum PPWI yang merupakan pelapor kasus ini ke KPK beberapa bulan lalu itu.


Wartawan yang dikenal sangat anti korupsi ini juga menguraikan bahwa pengusutan kasus tersebut sangat penting dan urgent dengan tiga alasan. Pertama, karena dalam kasus ini menyangkut uang rakyat atau uang negara yang tidak boleh dipergunakan semaunya oleh siapapun untuk kepentingan diri sendiri dan kelompok tertentu. Kedua, karena para pelaku adalah wartawan yang semestinya memberikan contoh tauladan kepada masyarakat dan para pejabat bagaimana cara hidup berbangsa dan bernegara yang baik dalam pemanfaatan uang rakyat.


“Yang ketiga, ini adalah upaya kita dalam membantu organisasi teman-teman kita di PWI agar dicapai kepastian hukum bagi mereka. Saat ini telah muncul kepengurusan pusat PWI hasil KLB, sementara terduga koruptor Hendry Ch Bangun masih koar-koar menganggap dirinya sebagai ketua umum PWI. Kepastian hukum bagi teman-teman kita itu penting agar organisasinya bisa berjalan sebagaimana mestinya,” ujar lulusan pascasarjana bidang Applied Ethics dari Utrecht University, The Netherlands, dan Linkoping University, Sweden, ini.


Sementara itu, Advokat Dolfie Rompas, S.Sos, S.H., M.H. yang mendampingi Ketum PPWI saat memberikan kelengkapan bukti ke Dittipikor Bareskrim Polri, menambahkan bahwa pihaknya sangat berharap agar pengaduan dari PPWI ditindaklanjuti. “Siapapun nanti yang menangani perkara, apakah KPK atau Polri, kami sangat berharap agar aduan ini ditindaklanjuti, tidak hanya berhenti di proses pengaduan saja. PPWI tentunya ingin mengetahui proses dan penyelesaian pengaduan terkait dugaan suap dan korupsi yang melibatkan oknum-oknum pengurus pusat PWI itu,” tegas Dolfie Rompas yang merupakan salah satu advokat nasional papan atas ini.


Sebagaimana diketahui bahwa kasus dugaan penyalahgunaan uang rakyat yang melibatkan dedengkot koruptor mantan Ketua Umum PWI, Hendry Ch Bangun; Sekjen Sayid Iskandarsyah, Wabendum Muhammad Ihsan, dan Direktur UMKM Syarief Hidayatullah, telah dilaporkan ke KPK RI pada 13 Mei 2024 lalu. Sayangnya, aduan terkait penggarongan uang rakyat yakni dana hiba BUMN ke PWI itu mandek di KPK tanpa alasan yang jelas.


“Mungkin karena KPK sedang sibuk memproses pemilihan calon komisionernya yang baru maka kasus ini jalan di tempat. Saya sebagai pelapor belum pernah diundang untuk dimintai keterangan lebih lantut terkait kasus tersebut. 5 orang saksi yang kami ajukan ke KPK juga belum pernah dipanggil untuk dimintai keterangan. Apalagi para terlapor, belum sama sekali tersentuh. Saya juga menilai KPK sangat takut untuk memperoses wartawan yang melakukan korupsi, karena KPK sendiri adalah sarang koruptor, sehingga kuatir akan dibongkar habis-habisan oleh para wartawan jika para dedengkot koruptor PWI itu diproses,” tutur Wilson Lalengke menyesalkan sikap KPK yang melempem itu.


Namun, dalam pesimisme penanganan hukum atas oknum-oknum wartawan pelaku korupsi uang rakyat yang amburadul ini, Wilson Lalengke mengatakan bahwa pihaknya akan terus berjuang tanpa henti dalam mendorong agar hukum di negeri ini dapat ditegakkan. “Memang berat, sangat tidak mudah. Karena banyak orang yang terlibat dalam kasus ini, dan mereka saling melindungi. Bahkan ada beberapa oknum jenderal polisi yang menjadi herder penjaga si dedengkot koruptor Hendry Ch Bangun cs itu. Merekalah yang berupaya mengintervensi KPK dan semua lembaga penegak hukum agar mengabaikan laporan dari PPWI. Ini negara mafia hukum yang makin aman karena para wartawannya juga sudah ikut melacurkan diri ke para mafia hukum sehingga kehidupan bernegara hukum kita makin tidak jelas,” bebernya sambil tersenyum kecut. (APL/Red)



Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin (RSP Unhas) mengikuti pelatihan sehari di Samsung Medical Center, Seoul, Korea Selatan.

Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen RSP Unhas untuk terus meningkatkan kapasitas dan kompetensi sumber daya manusia di bidang pelayanan kesehatan.

Pelatihan ini mencakup berbagai materi penting, di antaranya "Management of Education/Teaching Hospitals" dan "Patient Care Infection Diseases". Kegiatan pelatihan juga mencakup sesi diakusi dan kunjungan fasilitas diantaranya "Blood Analysis Lab, Infection Diseases Lab, Surgical Training Room, Robotic Logistic Center dan Cancer Education Center ". 

Dengan adanya pelatihan dan kunjungan ini diharapkan kami dapat langsung melihat implementasi praktik terbaik dalam pengelolaan rumah sakit serta teknologi medis terkini yang digunakan dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit ternama tersebut ujar dr. Abdul Azis, Sp.U., Subsp.Onk. Direktur Pelayanan Medik dan Penunjang Medik.

Dr. Irwandy, SKM.,M.Kes.,M.Sc.PH, Direktur Umum, Pemasaran dan Keuangan RSP Unhas, menyatakan, pelatihan ini sangat bermanfaat bagi peningkatan kompetensi tenaga dan staf RSP Unhas.

"Pengalaman yang didapatkan dari Samsung Medical Center akan menjadi referensi penting bagi kami dalam mengembangkan layanan pendidikan dan kesehatan di RSP Unhas, khususnya dalam persiapan pengembangan ICU penyakit Infeksi dan Laboratorium Virologi BSL 3 di RS Unhas yang dibiayai oleh Hibah Eurogrant," ungkapnya, Jumat, 23 Agustus 2024.

Samsung medical center dipilih karena rumah sakit tersebut merupakan salah satu terbaik di Asia dan menduduki posisi ke 34 sebagai RS terbaik di Dunia versi Newsweek dan Statista pada tahun 2024.

"Dengan mengikuti pelatihan ini, RSP Unhas berharap dapat semakin memperkuat posisi sebagai rumah sakit pendidikan yang unggul, serta memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada masyarakat," ujar Dr. Rosyidah Arafat, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB, Direktur Keperawatan dan Penunjang non medik.

Adapun rombongan rumah sakit pendidikan Unhas dalam pelatihan ini sebanyak 13 orang yang terdiri dari unsur manajemen, medis dan keperawatan. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari program peningkatan layanan RS Unhas yang dibiayai oleh Program Hibah Eurogrant.



Rumah Sakit Pendidikan Universitas Hasanuddin (RSP Unhas) terus memperkuat posisinya sebagai pusat kesehatan dan pendidikan terkemuka di Indonesia dengan menjajaki kerjasama strategis bersama ASAN Medical Center, salah satu rumah sakit terbaik di Korea Selatan dan peringkat ke-24 di dunia menurut Newsweek dan Statista di tahun 2024.

ASAN Medical Center terkenal karena keunggulannya dalam penanganan kanker, optalmologi, dan transplantasi organ. 

Rencana kerjasama ini diharapkan dapat membuka peluang besar dalam pengembangan layanan kesehatan unggulan di RSP Unhas, terutama dalam bidang telemedicine dan onkologi. 

Selain itu, kerjasama ini juga mencakup potensi pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, serta transfer teknologi medis mutakhir.

Acara dimulai dengan presentase profil dan layanan-layanan unggulan RS Unhas oleh Direktur Umum, Pemasaran dan Keuangan RS Unhas, Dr.Irwandy, SKM., MSc. PH., M.Kes. 

Kemudian dilanjutkan dengan pemaparan profil Asan Medical Center oleh Kepala Unit Kerjasama Internasional Asan Medical Center. Lalu dilanjutkan degan diskusi.

“Kami sangat antusias dengan penjajakan kerjasama ini. ASAN Medical Center memiliki reputasi global yang luar biasa, terutama dalam penanganan penyakit seperti kanker dan transplantasi organ. Kolaborasi ini sejalan dengan visi kami untuk terus meningkatkan layanan dan kompetensi sumber daya manusia di RSP Unhas,” ujar dr. Abdul Azis, Sp.U., Subsp.Onk. Direktur Pelayanan Medik dan Penunjang Medik, Minggu, 25 Agustus 2024.

Selanjutnya, menurut Dr. Rosyidah Arafat, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB, Direktur Keperawatan dan Penunjang non medik, kerjasama ini diharapkan dapat memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat Indonesia, khususnya dalam hal peningkatan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas tinggi. 

Dengan adanya kolaborasi ini, RSP Unhas siap untuk semakin memperkokoh posisinya sebagai rumah sakit pendidikan dan pelayanan kesehatan yang terdepan khususnya di kawasan indonesia timur.

Adapun rombongan rumah sakit pendidikan Unhas dalam kegiatan ini sebanyak 13 orang dan merupakan bagian dari program peningkatan layanan RS Unhas yang dibiayai oleh Program Hibah Eurogrant.



Fakultas Hukum (FH) Universitas Bosowa (Unibos) berkolaborasi dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Sulawesi Selatan bersama RRI Makassar dalam menyelenggarakan Titian Ilahi dengan tema “Ikhtiar Kolaboratif Merdeka dari Narkoba” yang disiarkan langsung melalui 94,4 FM dan Kanal Youtube Universitas Bosowa, Jumat, 23 Agustus 2024.


Kegiatan ini menghadirkan Dekan FH Unibos, Dr. Yulia Hasan, S.H., M.H., dan Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkoba MUI (Gannas Annar MUI), Dr. KH. Waspada Santing, S.Sos., M.H., dalam membuka kegiatan hari ini bersama dua pemateri yang akan menjadi narasumber Titian Ilahi.

 

Dalam sambutannya, Dr. KH. Waspada Santing, S.Sos.I, M.H.I. menyebutkan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama serta ikhtiar MUI bersama Unibos untuk memberantas penyebaran dan penyalahgunaan di kalangan masyarakat.


“Kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama Gannas Annar MUI dengan Unibos untuk memberantas penyalahgunaan narkoba di kalangan masyarakat, mengingat tingkat penyalahgunaan narkoba di Sulsel yang terus meningkat. Sehingga diperlukan upaya pencegahan dengan mengedukasi masyarakat dengan lebih massif,” ujarnya. 


Lebih lanjut beliau juga menyebutkan bahwa kerja sama dengan universitas-universitas di Sulsel dalam program ini dilaksanakan sebagai upaya untuk memberikan edukasi secara spesifik kepada kalangan mahasiswa yang sering terjerat masalah narkoba. 


“Sekarang Sulsel sudah menempati posisi kelima provinsi dengan kasus penyalahgunaan narkoba yang terbanyak dan beberapa kasus besar penyalahgunaan narkoba terjadi di kalangan mahasiswa sehingga kami berikhtiar untuk bekerja sama dengan perguruan tinggi termasuk bersama Unibos,” ungkapnya. 


Pada kesempatan yang sama, Dekan FH Unibos, Dr. Yulia Hasan, S.H., M.H., menyambut positif kegiatan ini serta mengungkapkan harapannya agar kegiatan serupa bisa terus dilaksanakan serta berbagai kegiatan postif lainnya. 


“Kegiatan ini merupakan bentuk kerja sama Unibos dan MUI Sulsel untuk mengkali permasalahan narkoba dari perspektif agama dan hukum. Kami berharap kerja sama seperti ini bisa terus dilaksanakan sehingga kita bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat,” pungkasnya.

Tuesday, 23 July 2024


Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) demo hari ini di kantor PWI pusat, di gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Selasa, 23 Juli 2024. Kelakuan bejat dedengkot koruptor pengurus pusat PWI sarang koruptor binaan dewan pecundang pers, Hendry Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhammad Ihsan, Syarif Hidayatullah, akhirnya berbuntut ke gerakan arus bawah PWI sendiri yang menuntut diadakannya Kongres Luar Biasa (KLB) PWI.


"Persoalan internal PWI silahkan diselesaikan oleh mereka sendiri. Namun perilaku kriminal mengkorupsi uang rakyat yang dilakukan oleh oknum pengurus pusat PWI, Hendry Ch Bangun, Sayid Iskandarsyah, Muhammad Ihsan, Syarif Hidayatullah, dan kroni lainnya di organisasi itu, harus segera diproses hingga tuntas oleh aparat penegak hukum. Para komisioner Dewan Pers juga harus diperiksa karena mereka diduga kuat menjadi backing para dedengkot koruptor uang rakyat itu dalam melakukan aksi bejatnya. Kita perlu membersihkan dunia pers Indonesia dari sifat tamak, rakus, dan hedon yang mendorong para jurnalis melakukan tindak kriminal menggelapkan uang rakyat!" https://youtu.be/px7ywptTRbE


Video terkait pelaporan dugaan tindak pidana korupsi pengurus pusat PWI ke KPK dapat disimak di sini: https://youtu.be/5Hb5kq8FV2o

Tuesday, 16 July 2024


Jakarta - Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) melakukan pemberhentian secara permanen terhadap Hendry Ch Bangun dari keanggotaan PWI. Hal ini juga secara otomatis Hendry resmi dipecat dari jabatannya sebagai Ketua Umun PWI Pusat.

Keputusan pemberhentian Hendry tertuang dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan PWI Pusat Nomor: 50/VII/DK/PWI-P/SK-SR/2024 yang ditetapkan di Jakarta pada 16 Juli 2024.

Dewan Kehormatan PWI menilai Hendry, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PWI Pusat, telah menyalahgunakan jabatannya dengan bertindak secara sepihak dan sewenang-wenang dalam merombak susunan Dewan Kehormatan dan Pengurus Pusat PWI, serta menggelar Rapat Pleno yang diperluas secara menyalahi aturan. 

Hendry juga dinilai melanggar Kode Perilaku Wartawan (KPW), Kode Etik Jurnalistik (KEJ), Peraturan Dasar (PD), dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI.

Selain itu, Dewan Kehormatan juga menilai Hendry telah melakukan pelanggaran berulang terhadap PD, PRT, dan KPW. 

Dalam pertimbangannya, Dewan Kehormatan menyebutkan bahwa Pengurus, terutama Ketua Umum, seharusnya menunjukkan keteladanan dalam melaksanakan kewajiban menaati PD, PRT, KEJ, dan KPW PWI sebagai Konstitusi Organisasi PWI. 

1. Sebelumnya melalui Surat Keputusan Nomor:20/IV/DK/PWI-P/SK-SR/2024 tertanggal 16 April 2024, Dewan Kehormatan telah memberikan sanksi Peringatan Keras kepada Hendry.*

2. Pada 11 Juli 2024 Dewan Kehormatan juga memberi peringatan agar Hendry membatalkan/mencabut keputusan perombakan Pengurus PWI Pusat yang menyangkut Pengurus Dewan Kehormatan.

3. Hendry pun tidak memenuhi undangan klarifikasi dari Dewan Kehormatan pada 15 Juli 2024.*

Seiring dengan keluarnya SK Pemberhentian Hendry, selanjutnya Dewan Kehormatan PWI menugaskan Ketua Bidang Organisasi PWI Pusat Zulmansyah Sekedang untuk mengadakan Rapat Pleno Pengurus Pusat untuk menunjuk Pelaksana Tugas guna menyiapkan Kongres Luar Biasa.




Friday, 12 July 2024



Yogyakarta – Pembunuhan Wartawan Karo Sumatera Utara, Rico Sempurna Pasaribu, bersama keluarganya dengan cara membakar rumahnya pada 17 Juni 2024 lalu makin terkuak. Setelah dua tersangka, R dan Y tertangkap, kini salah satu otak pembunuhan bernisial BG yang merupakan anggota Ormas Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) Kabupaten Karo berhasil diamankan aparat setempat. Melalui pengembangan kasus selalnjutnya, masih sangat mungkin ditemukan aktor intelektual lainnya.


Hal itu disampaikan Ketua Indonesian Journalist Watch (IJW), HM. Jusuf Rizal, S.H., kepada media ini, Jumat, 12 Juli 2024. “Sejak semula terjadinya kebakaran rumah Rico Pasaribu, hasil investigasi Indonesian Journalist Watch menunjukan adanya aktor intelektual dari kejadian tersebut. Ini terkait urusan jatah setoran dalam peredaran narkoba, judi togel dan ilegal loging. Ada yang periuk nasinya ‘terganggu’,” tegas Jusuf Rizal hari ini di Yogyakarta.


Sebagaimana hasil investigasi IJW, lanjutnya, diduga kasus pembunuhan wartawan Rico Pasaribu bersama keluarganya adalah akibat pemberitaannya tentang narkoba, judi togel maupun perambahan hutan lindung dekat Siosar di wilayah Karo. Atas pemberitaan tersebut, Rico sempat mendapat ancaman lewat telepon empat kali.


Setelah dua pelaku eksekusi pembakar rumah, R dan Y, pihak Kepolisian juga menangkap salah satu otak pembakaran yang membayar R dan Y, yaitu oknum ormas AMPI berinisial BG. Dia adalah mantan Ketua AMPI Kabupaten Karo.


Selannjutnya, Jusuf Rizal berharap Polda Sumut tidak berhenti pada tiga pelaku, R, Y dan BG, yang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pria Batak-Madura itu berharap aparat Polri terus mengejar aktor intelektual utama. Menurut Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) itu, oknum ormas AMPI berinisial BG hanyalah salah satu dari otak pembunuhan wartawan Rico sekeluarga.


IJW berkeyakinan ada keterlibatan oknum aparat, baik TNI maupun Polri dalam kasus ini, baik langsung maupun tidak. Karena oknum aparat TNI dan atau Polri tersebut diduga kuat turut mem-backing-i praktek judi togel, narkoba dan penebangan kayu illegal. Dari kegiatan illegal dan melawan hukum itu ada upeti (setoran) mingguan yang mengalir ke berbagai pihak. Jumlahnya bisa mencapai Rp.70-100 juta per minggu. Itu sudah mafia. Gangster di Kabupaten Karo.


“IJW tidak yakin jika sekelas mantan Ketua AMPI Karo berani bertindak menghabisi nyawa satu keluarga jika tidak ada campur tangan oknum aparat. Kabupaten Karo itu kecil. Bukan rahasia umum lagi ada peredaran narkoba, judi togel, ikan-ikan, joker karo (judi leng) dan illegal logging,” tegas Jusuf Rizal yang juga menjabat sebagai Ketum Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI) itu.


IJW juga menyatakan mendukung penuh langkah Polda Sumut yang mengambil alih penanganan kasus pembakaran Wartawan Rico sehingga cepat terungkap. “Karena jika hanya ditangani Polres Karo, belum tentu bisa tuntas. IJW dengan tegas meminta semua pelaku pembunuhan sadis dan diadab itu harus dihukum mati,” pungkasnya. (TIM/Red)

Saturday, 8 June 2024



Oleh: Hence Mandagi

Jakarta - Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menciptakan ‘kuburan massal’ Pers Indonesia yang menjadi catatan sangat memalukan bagi perjalanan sejarah Pers Indonesia. Betapa tidak, Ketua Umum PWI, Hendri Bangun cs, yang terlibat dugaan korupsi dan penggelapan uang rakyat dari anggaran BUMN, nyaris tak tersentuh media mainstream nasional dan jaringan media terverifikasi Dewan Pers.

Sementara itu, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo yang tidak pernah memerintahkan dan mengintervensi secara terang-terangan terhadap lembaga peradilan, terus saja diobok-obok oleh media nasional dan media jaringan konstituen Dewan Pers sampai hari ini. Media nasional terus membombardir pemberitaan terkait Keputusan Mahkamah Konstitusi merevisi usia pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, dan kini giliran Mahkamah Agung ‘dipreteli’ media gara-gara merevisi batas usia pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Media nasional membangun opini secara telanjang bahwa Presiden Joko Widodo berada di balik semua ini. 

Semua pengamat dan tokoh oposisi diekspolitasi menyerang Presiden dan keluarganya demi menaikan rating media dan pundi-pundi income perusahaan pers nasional, termasuk kepentingan politik para pemilik media mainstream. Presiden dan keluarganya diobok-obok terus-menerus tak ada hentinya dengan isu politik dinasti.

Demi keseimbangan berita isu dinasti politik, media nasional pun begitu gagah berani mengekspolitasi berita kasus korupsi yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kejaksaaan Agung RI. Lihat saja pada gemerlapnya pemberitaan tentang kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dengan jumlah kerugian negara mencapai Rp 300 triliun dan melibatkan suami seorang artis terkenal. Akibatnya satu negara pun bergosip miring terkait kasus ini.

Sayangnya, hingar-bingar isu politik dinasti yang menyerang Presiden Jokowi dan sederet kasus korupsi dengan kerugian negara triliunan rupiah, ternyata tak berlaku bagi petinggi organisasi PWI. Media seolah bungkam dan pura-pura amnesia demi melindungi ‘peternak koruptor’ PWI. (meminjam istilah Ketum PPWI, Wilson Lalengke).

Dalam kasus dugaan korupsi dan penggelapan uang rakyat oleh Ketua PWI Hendri Bangun cs, kehadiran media nasional dan media terverifikasi Dewan Pers menghilang dari peredaran bak ditelan bumi. Hanya tersisa satu media nasional bernama TEMPO yang aktif memberitakannya dan didukung sederet media online lokal dari jaringan media non konstituen Dewan Pers.

Dua orang tokoh pers nasional, Wilson Lalengke dan Jusuf Rizal, begitu keras bersuara dan mengambil langkah hukum dengan membuat laporan korupsi dan penggelapan dana BUMN miliaran rupiah untuk kegiatan Uji Komptensi Wartawan liar, terhadap Ketua PWI Hendri cs ke Mabes Polri dan KPK. Selain itu ada Ketum WAKOMINDO, Dedik Sugianto, yang ikut melaporkan kasus yang sama ke pihak kejaksaan melalui Kejati Jatim.

Anehnya, peristiwa hukum laporan dugaan korupsi ini hanya media Tempo yang berani memberitakannya bersama ratusan media online lokal non terverifikasi Dewan Pers. Media nasional lainnya, seperti Kompas, Media Indonesia, TVRI, dan lainnya diam membisu.

Pemberitaan dugaan korupsi dan penggelapan dana BUMN oleh Ketua PWI Hendri cs oleh Media Tempo dan jaringan media non mainstream, rupanya tak digubris sama sekali oleh Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Parbowo. Sampai hari ini belum ada pernyataan resmi Kapolri terkait penanganan kasus yang maha dahsyat tersebut karena melibatkan petinggi organisasi pers tertua di Indonesia.

Serupa dengan Kapolri, Menteri BUMN Erick Thohir pun sama-sama diam seribu bahasa. Belum ada tindakan disiplin yang dilakukan Menteri Erick terhadap bawahannya yang diduga terima suap dengan dalih dana cash back sebesar lebih dari 1 miliar rupiah dari petinggi PWI.

Tak hanya Kapolri dan Menteri BUMN yang bungkam terkait PWI Gate ini. KPK dan Kejaksaan Agung pun ikut tutup mulut. Seolah ikut irama media nasional diam tak bersuara. Tak seperti biasanya petinggi KPK atau Kejagung pasti akan langsung bersuara ketika ada tokoh penting yang dilaporkan terlibat korupsi.

Padahal, kasus dugaan korupsi yang melibatkan Ketua PWI ini, prosesnya melibatkan Presiden RI Joko Widodo selaku pihak yang memerintahkan Menteri BUMN Erick Thohir sehingga dana miliaran pun digelontorkan untuk UKW liar yang berujung korupsi. Sehingga kasus ini selayaknya disebut sebagai Super Mega Skandal teranyar di Republik Indonesia.

Korupsi yang dilakukan wartawan sejatinya sama jahatnya dengan korupsi yang dilakukan oknum penegak hukum yakni jaksa, hakim, polisi, dan pengacara. Bahkan mungkin melebihi batasan extra ordinary crime karena yang bekerja mengawasi jaksa, hakim, polisi, dan pengacara adalah wartawan.

Kalau wartawan korupsi dan dilindungi media, maka akibatnya PILAR UTAMA kontrol sosial pers yakni wartawan dan media menjadi runtuh dan hancur berkeping-keping. ‘Kuburan massal’ pers Indonesia pun terhampar di mana-mana.

Keputusan Dewan Kehormatan PWI memberi sanksi dan pemecatan terhadap petinggi PWI sayangnya tak bisa diamankan seluruh jajarannya hingga ke daerah. Semua seirama diam tak bersuara.

Rasanya malu mengaku sebagai wartawan. Saya mencoba merekayasa perbincangan kalangan bawah terkait kasus korupsi Ketum PWI Hendri cs. Dua tokoh rekayasa yakni si Unyil dan si Usro.

“Bro, tau gak kamu ada ketua wartawan korupsi? Tapi teman-teman medianya gak berani beritakan dan malah melindunginya,” kata Unyil kepada Usro temannya.

Usro pun lansung menanggapinya. “Wah enak banget ya jadi wartawan. Kalau korupsi gak ada beritanya di media nasional. Kita-kita ini kalau maling sesuatu dan ditangkap polisi pasti jadi berita menarik bagi media. Nah giliran dia maling uang rakyat, mana berita televisi, kok gak ada? Gue jadi gak percaya sama media,” kata Usro kesal.

Melihat kawannya kesal, si Unyil pun berkata: ”Pada kemana ya si Rocky Gerung, aktifis ICW, petinggi LSM anti korupsi, Ketua Dewan Pers si Nining, Efendi Ghazali, dan para vokalis sok suci lainnya?”

Sebagai penutup, pernyataan si Unyil: “Tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.” (*)

Penulis adalah Ketua LSP Pers Indonesia

Sunday, 26 May 2024


Jakarta – Nasib Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendri Chaeruddin Bangun, ibarat telur di ujung tanduk. Sebentar lagi posisinya sebagai pengurus pusat PWI peternak koruptor binaan Dewan pecundang Pers itu selesai. Bahkan jika tidak hati-hati, organisasi PWI bisa ikut bubar.


Hal ini terlihat dari sikap Dewan Penasehat PWI Pusat yang mendukung penuh keputusan Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat yang memberikan peringatan keras terhadap Hendri Ch Bangun dan merekomendasikan pemberhentian tiga orang pengurus PWI Pusat lainnya. Adapun ketiga pengurus PWI Pusat yang disanksi DK PWI untuk diberhentikan adalah Sekjen, Sayid Iskandarsyah; Wabendum, Muhamad Ihsan; dan Direktur UKM, Syarif Hidayatullah. Batas waktu melaksanakan rekomendasi DK PWI Pusat adalah tanggal 16 Mei 2024.


Atas sanksi yang diberikan DK PWI Pusat, Hendri Ch Bangun bukan menjalankan hasil keputusan DK tersebut, tapi malah sebaiknya dia melawan. Pada tanggal 14 Mei 2024, dedengkot koruptor PWI itu menunjuk pengacara yang kemudian mensomasi DK PWI Pusat, dengan meminta agar DK mencabut sanksi yang diputuskannya dengan alibi DK PWI Pusat disebut tidak memiliki kewenangan atas pemberian sanksi tersebut.


Pembangkangan atas keputusan DK PWI Pusat itu membuat Dewan Penasehat PWI Pusat memberikan surat teguran kepada Pengurus Harian Hendri Ch Bangun cs. Surat tersebut ditandatangani Ketua Dewan Penasehat, Ilham Bintang, dan Sekretaris, Wina Armada.


Dalam surat bernomor 02/5/N-DP/2024 tertanggal 24 Mei 2024 tersebut, disebutkan Dewan Penasehat sesuai konstitusi organisasi PWI berhak memberikan nasehat, baik diminta maupun tidak, khususnya terhadap masalah yang dihadapi Hendri Ch Bangun dan jajaran pengurus harian PWI Pusat saat ini.


Lebih lanjut, Dewan Penasehat menegaskan, sesuai dengan ketentuan dalam PD, PRT, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan Kode Perilaku Wartawan (KPW), hanya Dewan Kehormatan yang memiliki kewenangan untuk menyatakan apakah seorang anggota PWI melanggar atau tidak melanggar aturan tersebut. Ketentuan ini dirumuskan untuk mencegah adanya intervensi dari lembaga atau individu lain dalam keputusan organisasi.


Sebagai bagian dari nasehatnya, Dewan Penasehat meminta agar Pengurus Harian menghormati dan menaati keputusan yang telah diambil oleh Dewan Kehormatan. Mereka menekankan, langkah-langkah perlawanan terhadap keputusan Dewan Kehormatan tidak sepatutnya dilakukan dan diharapkan tidak akan terulang di masa mendatang.


Kepengurusan PWI Pusat pun kian panas dan retak. Hendri Ch Bangun bukannya menerima nasehat dari Dewan Penasehat. Malah melawan dengan mengirimkan surat tanggal 25 Mei 2024 kepada Dewan Penasehat, yang intinya justru meminta Dewan Penasehat memberi nasehat kepada Dewan Kehormatan karena dinilai kebijakan Dewan Kehormatan, antara lain memberikan peringatan keras, menyuruh mengembalikan uang yang digelapkan Hendri cs, serta memberhentikan tiga orang pengurus, dianggap melampaui batas kewenangan Dewan Kehormatan.


Mengamati fenomena tersebut, secara terpisah Ketua Umum Indonesian Journalist Watch (IJW), HM. Jusuf Rizal ketika diminta komentarnya atas surat Dewan Penasehat (DP) PWI Pusat dan jawaban surat Ketua Umum PWI Pusat, Hendri Ch Bagun, kepada Dewan Penasehat PWI Pusat mengatakan, hal itu menunjukkan bahwa organisasi wartawan tertua tersebut sudah di ambang kehancuran, memalukan, serta tidak memberi contoh yang baik bagi organisasi pers lainnya. Jika suara Dewan Penasehat dan Dewan Kehormatan PWI Pusat tidak lagi digubris oleh Ketum PWI Pusat, Hendri Ch Bangun, ini menunjukkan organisasi PWI memang dalam kondisi memprihatinkan. Dewan Penasehat dan Dewan Kehormatan satu suara dalam menyikapi Kasus Hendri Ch Bangun cs. Dia benar-benar di ujung tanduk. Apalagi dirinya melawan dan bersikukuh menyatakan tidak bersalah dan tidak mengambil dana BUMN untuk pribadi.


“Karena masing-masing merasa benar atas keyakinannya, jika kondisi ini terus terjadi akan memberikan dampak yang tidak baik bagi industri pers dan wartawan. Sebaiknya PWI dibubarkan saja, jika memang Hendri Ch Bangun ngotot merasa tidak melanggar apapun. Atau pilihan lain mengadakan KLB alias Kongres Luar Biasa untuk meminta pertanggung-jawaban dalam kasus dana BUMN yang membuat citra PWI hancur,” tegas Jusuf Rizal, yang juga menjabat Presiden LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) itu.


Jusuf Rizal juga mengatakan bahwa wartawan pemegang KTA PWI, Edison Siahaan, dan LIRA melaporkan kasus dugaan korupsi dan atau penggelapan dana hibah BUMN oleh Hendri cs ke Mabes Polri adalah agar dapat ditemukan ada-tidaknya pelanggaran, baik prosedur, peraturan administrasi organisasi, penguasaan uang tanpa hak, dan kebohongan maupun tindak kriminal lain yang dilanggar terkait bantuan dana BUMN untuk UKW (Uji Kompetensi Wartawan) yang dikemas dalam bentuk sponsorship oleh Forum Humas BUMN. Hanya melalui proses hukumlah kasus dugaan korupsi dana hibah BUMN itu dapat dibuka secara terang-benderang dan didapatkan kepastian hukum atasnya. (TIM/Red)

Saturday, 25 May 2024


SULSEL- Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Ketum PWI), Hendry Chaeruddin Bangun, tidak mampu melakukan introspeksi diri atas kasus yang menimpa sang dedengkot koruptor PWI itu, yang bersama rekan-rekannya sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri. Apalagi, pria kelahiran Medan, 26 November 1958 tersebut juga telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) atas dugaan melakukan tindak pidana korupsi dana hibah BUMN yang dikucurkan oleh Kementerian BUMN ke organisasi PWI peternak koruptor binaan Dewan pecundang Pers itu.

Hendri Ch Bangun yang dikabarkan sudah dipecat dari tempatnya bekerja sebagai wartawan Kompas ini terlihat sangat panik dan kepanasan yang amat luar biasa menghadapi masalah yang melilitnya. Bagaimana tidak, dugaan penggelapan dana hibah BUMN sejumlah Rp. 1,7 milyar itu telah mulai diproses oleh Bareskrim Polri dan KPK RI.

Kegelisahan Hendri terlihat dari kasak-kusuknya oknum yang dijuluki dedengkot koruptor PWI itu menggugat atau mempersoalkan berbagai pihak secara membabi buta. Dia bersama kawan-kawannya dengan gagah perkasa memprotes Dewan Penasehat dan Dewan Kehormatan PWI, karena tidak terima atas kebijakan dan keputusan yang diambil oleh lembaga internal PWI itu atas perilaku buruk Hendri cs membegal uang rakyat.

Kini tersiar kabar bahwa Hendri terbang ke Palu, Sulawesi Tengah, hanya untuk memberikan kuasa kepada beberapa pengacara di sana dalam rangka mempersoalkan penayangan berita tentang dugaan korupsi yang dilakukan oleh Hendri cs. Tidak tanggung-tanggung, sang mantan pengurus Dewan pecundang Pers itu bermaksud melaporkan tim redaksi media yang memberitakan tentang perilaku koruptif oknum pengurus pusat PWI yang ditayangkan di media online Babasalnews.Com ke polisi.

Berita terkait di sini: RUPANYA!!! KORUPTOR PERS INDONESIA BINAAN DEWAN PERS (https://www.babasalnews.com/2024/04/r-u-p-n-y-koruptor-pers-indonesia.html)



Dari kopian surat kuasa yang beredar, Hendri Ch Bangun memberikan kuasa kepada Hartono, S.H., M.H.; Nurhidayat, S.H.; dan Hangga Nugracha, S.H. dari Kantor LBH Pers PWI Sulawesi Tengah. Dalam surat kuasa itu, Hendri atas nama jabatannya sebagai Ketua Umum PWI memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk mewakili, mendampingi, dan memberikan bantuan hukum dalam dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran berita bohong dan/atau fitnah terhadap Ketua Persatuan Wartawan Indonesia dan sejumlah pengurus PWI yang dilakukan oleh Tim Redaksi Babasalnews.Com.


Menanggapi hal tersebut, alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, mengatakan bahwa dirinya sangat menyayangkan reaksi yang diambil oleh Hendri cs. Dia menilai oknum PWI itu berada pada kondisi psikologis yang buruk sehingga tidak lagi mampu berpikir logis dalam menyikapi persoalan yang dihadapinya.


“Sakit jiwa ini orang. Bukannya introspeksi diri atas persoalan yang dihadapinya, malah main hantam kromo sana-sini. Dewan Penasehat dan Dewan Kehormatan serta teman-teman di organisasinya saja digugatnya. Padahal sudah terang-benderang di publik terkait apa yang mereka lakukan terhadap dana hibah BUMN yang diberikan kepada PWI untuk kegiatan UKW. Publik mendapatkan informasi itu dari Bendaraha Umum PWI sendiri loh yaa, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Dewan Penasehat dan Dewan Kehormatan, yang selanjutnya diberitakan seramai-ramainya oleh media ke seluruh pelosok nusantara,” jelas Wilson Lalengke, Sabtu, 25 Mei 2024, sambil menambahkan bahwa bukan hanya Babasalnews.Com saja yang menayangkan berita itu.


Menurutnya, apa yang diberitakan media-media selama ini adalah sesuai dengan data, fakta dan pernyataan dari narasumber yang dikutip oleh mereka. Wilson Lalengke menilai bahwa teman-teman media telah melakukan tugasnya dengan benar yakni memberitakan apa yang mereka lihat, mereka dengar, dan atau mereka rasakan, berdasarkan sumber-sumber kredibel yang mereka dapatkan.


Jika betul mereka itu berprofesi sebagai wartawan, seharusnya yang dilakukan Hendri cs adalah membuat bantahan, memberikan jawaban, klarifikasi, dan koreksi atas berita yang berkembang, bukan melakukan tindakan konyol membawa persoalan pemberitaan ke ranah kepolisian. Melihat respon yang ditampilkan Hendri cs, kata Wilson Lalengke, justru hal itu memperlihatkan kepanikan yang tidak terkendali dari seorang wartawan berusia 66 tahun tersebut yang semestinya dia menjadi contoh tauladan bagi rekan-rekan generasi wartawan yang masih muda-muda.


“Saran saya untuk Hendri cs, jika Anda itu adalah wartawan sejati, semestinya tunjukan integritas dan kualitasnya sebagai wartawan. Pakai akal sehat dan logika yang benar dalam merespon persoalan yang dihadapi, yang merupakan konsekwensi dari perilaku buruk yang sudah Anda lakukan. Mungkin saja lupa, saya mau ingatkan bahwa Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada media-media yang memberitakan tentang dugaan tindak pidana korupsi yang Anda lakukan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” sebut Wilson Lalengke sambil menambahkan bahwa korupsi adalah extra ordinary crime, kejahatan luar biasa yang semestinya Hendri cs pahami sejak awal sehingga jangan bermain-main dengan tindak kejahatan korupsi. (SAD/Red)

Friday, 24 May 2024



>>Selamat malam Bapak Kapolri, masih adakah keadilan buat kami? Masih adakah Jenderal yang cinta kepada negara. Penjarakan Deddy Setiawan Tan dan Winoto. Saya Alex, papanya Rico (korban kriminalisasi, sempat dipenjarakan, namun divonis bebas murni oleh PN Bekasi) tidak akan menyerah dengan kebusukan aparat penegak hukum.<<


Note:

Saya, Wilson Lalengke, menduga oknum jenderal polisi sahabat baik Sambo, yang kini menduduki salah satu jabatan penting di Mabes Polri dengan pangkat bintang 3, berinisial FI asal Sulsel, terlibat dalam konspirasi penyelamatan si pengusaha biadab itu dan memenjarakan Rico Pudjianto. Saat kasus ini bergulir di Polres Bekasi yang kemudian ditarik ke Polda Metro Jaya, si jenderal ini menjabat sebagai Kapolda di sana. Itulah sebabnya, Listyo enggan menyelesaikan kasus yang terang-benderang ini.

Dari beberapa laporan yang masuk ke PPWI Nasional, si oknum jenderal teletubbies-nya si Sambo itu sesungguhnya memiliki banyak catatan hitam. Mengapa bisa naik ke tingkat jabatan lebih tinggi?

Ini Endonesah bung..!!! Tutup mulutmu jika tidak ingin mampus. Hyiiii takut aq daeng...🙃🙃🙃

Wednesday, 22 May 2024


Jakarta – Setelah viral pemberitaan tentang penanganan kasus pengeroyokan wartawan Sopyanto yang mandek di Polres Lampung Timur, Polda Lampung serta-merta meresponnya dengan me-release berita tandingan (counter opinion). Dalam pernyataan pers melalui Kabid Humasnya, Polda Lampung mengatakan bahwa penanganan kasus tersebut terus berlanjut sesuai prosedur hukum yang berlaku dan telah menetapkan 1 tersangka.


“Kami sampaikan untuk perkembangan laporan tersebut sudah penetapan tersangka dan tahap 1 sejak 7 Maret 2024,” ujar Kabid Humas, Kombespol Umi Fadhilah Astutik, Rabu (22/5/2024).


Berita terkait di sini: Kasus Pengeroyokan Wartawan di Lampung Timur Dipastikan Terus Bergulir, Perkara Tetapkan 1 Tersangka (https://www.mabesnews.com/kasus-pengeroyokan-wartawan-di-lampung-timur-dipastikan-terus-bergulir-perkara-tetapkan-1-tersangka/)


Umi juga menambahkan bahwa pihak polisi telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada korban, Sopyanto. “Kami sudah memberikan SP2HP ke pelapor dan melakukan pemeriksaan terhadap korban, saksi-saksi, dan saksi ahli,” tambah Umi Fadhilah sambil mengatakan bahwa kepolisian membutuhkan waktu, guna mengungkap secara pasti suatu laporan maupun informasi yang diterima kepolisian.


Menanggapi keterangan dari Polda Lampung tersebut, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, menyatakan sangat prihatin mendengar pernyataan aparat di Polda Lampung itu yang dinilainya menyebarkan berita bohong. Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini bahkan sempat mengirimkan pesan WhatsApp ke nomor kontak Kabid Humas Polda Lampung, Kombespol Umi Fadhilah Astutik, untuk mengingatkan yang bersangkutan agar tidak melakukan pembohongan publik.


“Ibu Umi Fadhilah Yang baik, jangan melakukan pembohongan publik yaa, repot memang kalau polisi tidak jujur sejak dari kandungan, selamanya akan diikuti dengan kebiasaan berbohong dan berbohong. Memalukan!” tulis Wilson Lalengke dalam pesannya kepada penanggung jawab bagian kehumasan Polda Lampung tersebut, Rabu, 22 Mei 2024.


Menurut korban kriminalisasi Polres Lampung Timur 2 tahun 2022 lalu ini, beberapa informasi dusta alias hoaks yang disebarkan Polda Lampung terkait penanganan kasus pengeroyokan wartawan Sopyanto antara lain, pertama, korban yang adalah Ketua DPC PPWI Lampung Timur tidak menerima SP2HP sejak Maret 2024. Bung Fyan, demikian dia akrab disapa, menerima SP2HP terakhir pada tanggal 5 Februari 2024, itupun diberikan setelah polisi didesak terus-menerus untuk memberikan SP2HP tersebut, dan belum ada keterangan terkait penetapan tersangka.


Kedua, polisi di Polres Lampung Timur sebenarnya tidak bekerja serius menangani kasus ini. Jika mereka benar-benar bekerja dengan serius, kasus ini sudah lama tuntas. “Wong kasus pencurian hape saja hanya butuh waktu 1 jam bagi polisi untuk menangkap pelakunya? Ini pengeroyokan yang mengancam jiwa manusia Indonesia, bisa bertahun penanganannya, hellooooww Ibu Umi Fadhilah, mana waras… mana waras…?” tambah Wilson Lalengke dengan mimik heran sedikit kesal.


Ketika ditanyakan penyebab penanganan yang lamban ini, wartawan nasional yang dikenal getol membela warga terzolimi itu menduga bahwa polisi sedang mencari akal untuk menghentikan kasus ini. “Dugaan saya para polisi itu sedang mencari-cari alibi hukum agar kasus ini bisa dihentikan, minimal dipeti-eskan. Lihat saja modusnya, polisi menerapkan Pasal 170 KUHPidana, tapi tersangkanya hanya 1 orang. Yaa, pasti mental semua di Kejaksaan, karena Pasal 170 mempersyaratkan pengeroyok harus 2 atau lebih pelaku atau tersangka. Buktinya, berkas di-P19-kan oleh Jaksa, yang artinya penerapan pasal tindak pidananya tidak bersesuaian dengan jumlah tersangkanya,” ungkap Wilson Lalengke.


Mengapa aparat terkesan mempermainkan hukum dalam kasus pengeroyokan wartawan Sopyanto itu? “Tanya langsung ke Ibu Umi Fadhilah yaa. Tapi bagi saya jelas, karena banyak oknum polisi akan terseret dalam kasus terkait penambangan illegal pasir silika di Kecamatan Pasir Sakit yang menjadi pangkal bala kasus pengeroyokan wartawan itu. Inilah akibatnya jika para bandit berseragam diberi kewenangan menangani hukum di sebuah negara, rekayasa demi rekayasa kasus akan menjadi keseharian mereka,” beber lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia itu.


Wilson Lalengke pantas sedih dan prihatin dengan kinerja polisi, khususnya di Polda Lampung. Pasalnya beberapa kasus yang turut diperjuangkannya tidak mendapatkan penanganan serius dari aparat setempat.


“Kasus pengeroyokan Muhammad Abbas Umar oleh sejumlah polisi bejat Polres Lampung Timur dan Polda Lampung yang terjadi pada Sabtu, 12 Maret 2022, yang sudah dilaporkan ke Bidpropam Polda Lampung, baik melalui aplikasi Propam Online maupun secara manual mendatangi Bidpropam, hasilnya hingga kini menguap tanpa berita. Saya mau dengar komentar si Kombespol Umi Fadhilah itu tentang kasus ini, sudah sampai dimanakah Ibu Umi?” terang Wilson Lalengke mengingatkan Polda Lampung tentang kasus pemukulan Ketua DPC PPWI Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Muhammad Abbas Umar, dan menilap jam tangan barunya seharga 5 juta rupiah oleh gerombolan polisi Lampung 2 tahun lalu tersebut.


Polri ini, lanjutnya, memang sangat keterlaluan buruknya dalam memperakukan masyarakat. Jangankan warga biasa, anggota polisi saja mereka perlakukan sewenang-wenang. “Lihat saja kasus Ibu Polwan Rusmini yang hingga kini dibolak-balik, dipingpong sana-sini, tidak kelar-kelar. Padahal jelas kasusnya adalah kriminalisasi terhadap Ibu Rusmini, plus gajinya selama 8 tahun raib dimakan hantu di lingkungan Polda Lampung itu. Saya habis kata-kata yang pantas untuk menggambarkan betapa biadabnya para oknum aparat di Lampung, speechless!” sebut Wilson Lalengke sedih.


Oknum Kapolda Lampung, Irjenpol Helmy Santika, tidak luput dari kritikan tokoh pers nasional itu. Dia merujuk kepada pemberitaan teranyar tentang penghargaan sang Kapolda kepada aparatnya yang berhasil menangkap narapidana anak yang kabur dari Lapas Anak.


“Rupanya bintang dua di Indonesia ini, kalau tidak jadi bandar sabu, yaa hanya bisa menangkap buronan anak-anak. Coba dong yang lebih berbobot gitu, tangkap itu para pengeroyok wartawan di Lampung Timur, itu baru bisa dibanggakan punya pangkat bintang di pundak. Wartawan Sopyanto itu berjasa menjaga lingkungan hidup, menjaga kekayaan alam milik negara agar tidak dicuri para mafia penambang illegal, seharusnya dia dilindungi, bahkan diberi penghargaan, ini malah dibiarkan kasusnya terlunta-lunta. Kalau tidak diberitakan kemarin, pasti pada mingkem si Umi Fadhilah itu,” pungkas Wilson Lalengke. (TIM/Red)

Monday, 20 May 2024



Jakarta – Memalukan..!! Itulah kata yang tepat atas perilaku bejat Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (Ketum PWI), Hendri Chairuddin Bangun, dan Sekretaris Jenderal PWI, Sayid Iskandarsyah, yang telah melakukan kebohongan besar terkait kasus penggelapan dana hibah BUMN. Mereka berdua kompak mengatakan tidak mengambil uang dari bantuan hibah Rp. 6 milyar Kementerian BUMN untuk kepentingan pribadi mereka sendiri.


Kebohongan keduanya terungkap saat acara meeting zoom yang diikuti oleh para Ketua PWI daerah yang dipimpin Ketum PWI peternak koruptor binaan Dewan Pers, Hendri Chaeruddin Bangun bersama Sekjen, Sayid Iskandarsyah. Rapat online tersebut mengagendakan klarifikasi adanya korupsi dan atau penggelapan uang dari dana bantuan Kementerian BUMN, pasca Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat memberikan sanksi.


Sebagaimana viral di publik, kasus dugaan korupsi dan atau penggelapan bantuan dana dari Kementerian BUMN senilai Rp. 2,9 milyar dari total Rp. 6 milyar pertama kali dibongkar Ketua DK PWI Pusat, Sasongko Tedjo. Dewan penjaga marwah pers di organisasi PWI ini mensinyalir bahwa telah terjadi pengambilan uang secara tidak sah yang melibatkan empat oknum pengurus pusat PWI, yaitu Ketua, Hendri Chaeruddin Bangun; Sekjen, Sayid Iskandarsyah; Wabendum, Muhamad Ihsan; dan Direktur UKM, Syarif Hidayatullah.


Atas kasus ini, keempat pengurus pusat PWI itupun dianggap melanggar konstitusi dan menguasai uang tanpa hak. Sebagai sanksinya, DK PWI memberikan teguran keras kepada Hendri Chaeruddin Bangun dan kewajiban mengembalikan dana yang dikuasainya Rp. 1,7 milyar dalam jangka waktu 30 hari. Sementara, untuk tiga pengurus lain yang terlibat direkomendasikan agar diberhentikan dari kepengurusan pusat PWI oleh Hendri Chaeruddin Bangun.


Dalam rekaman pertemuan online yang sempat bocor ke Presiden Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) dimaksud, disebutkan bahwa Hendri Chaeruddin Bangun dicecar berbagai pertanyaan. Ketua PWI Jabar, Hilman Hidayat, secara gamblang meminta konfirmasi tentang berita yang berkembang terkait dugaan korupsi dan atau penggelapan uang dana bantuan Kementerian BUMN ke Hendri Chaeruddin Bangun dan Sayid Iskandarsyah.


“Saya mau bertanya apa memang Ketum dan Sekjen mengambil uang bantuan dana BUMN itu untuk pribadi atau tidak. Biar clear. Itu saja,” tegas Hilman Hidayat sambil menambahkan bahwa jika tidak benar Hendri dan Sayid tidak melakukan korupsi, maka organisasi wartawan media online (dalam hal ini PWMOI - red) harus disomasi.


Secara spontan Hendri Chaeruddin Bangun menjawab tidak. Hendri dan Sayid berupaya meyakinkan pengurus PWI daerah bahwa mereka bersih dari perilaku buruk tersebut dengan mengatakan tidak benar berita yang mengatakan mereka telah melakukan korupsi atau penggelapan dana hibah BUMN untuk kepentingan diri mereka sendiri.


Merespon hal tersebut, Presiden LIRA, Yusuf Rizal, mengatakan bahwa karakter Ketum dan Sekjen PWI, Hendri Chaeruddin Bangun dan Sayid Iskandarsyah, sangat memalukan. Dalam konteks menjawab keresahan pengurus PWI daerah-daerah inilah, menurut pria berdarah Madura-Batak itu, Ketum PWI Hendri Chaeruddin Bangun dan Sekjen Sayid Iskandarsyah telah melakukan kebohongan dan tidak jujur. Mereka telah memberikan informasi palsu kepada semua Ketua PWI daerah yang tidak sesuai fakta dan tentu saja kepada insan pers seluruh Indonesia.


“Menurut saya, ini sangat memalukan! Sekelas Ketum PWI dan Sekjen berbohong. Ini merusak citra dan wibawa wartawan, termasuk kawan-kawan wartawan di luar PWI. Nama wartawan secara umum tercoreng dengan kebohongan mereka. Bukan pemimpin yang sportif,” ujar wartawan senior HM Yusuf Rizal, S.H., yang merupakan Ketua Umum Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (Ketum PWMOI) kepada media di Jakarta, Sabtu, 18 Mei 2024.


Kenapa Ketum dan Sekjen PWI Pusat dianggap berbohong? Karena faktanya, sebelumnya sudah ada penguasaan uang secara tidak sah secara pribadi, baik oleh Hendri Chaeruddin Bangun selaku Ketum PWI dan Sayid Iskandarsyah selaku Sekjen.


Sebagaimana dijelaskan oleh Bendahara Umum PWI bahwa telah terjadi peristiwa hukum penguasaan dana bantuan hibah Kementerian BUMN untuk UKW tanpa hak oleh para dedengkot koruptor tersebut dengan modus pengeluaran fee 19% untuk Syarif Hidayatullah senilai Rp. 691 juta dan cashback untuk oknum Kementerian BUMN berinisial G senilai Rp.1.000.080.000,- yang tidak prosedural. Cheque yang dicairkan oleh Sayid Iskandarsyah tidak ditandatangani Bendum PWI, Marthen Selamet Susanto.


Fakta lainnya, ada pengembalian uang Rp. 540 juta melalui transfer ke rekening PWI Pusat oleh Sekjen Sayid Iskandarsyah setelah penerbitan Surat Keputusan DK PWI tentang sanksi ke Hendri cs. Sementara menurut informasi yang diperoleh media ini, Hendri Chaeruddin Bangun secara tunai telah mengembalikan uang yang dikuasai secara pribadi senilai Rp.1.000.080.000,- ke bagian keuangan PWI Pusat.


Berdasarkan kenyataan itu, menurut Yusuf Rizal, Ketum PWI Pusat, Hendri Chaeruddin Bangun dan Sekjen, Sayid Iskandarsyah, telah melakukan kebohongan yang tidak patut dilakukan seorang pemimpin, apalagi Ketua dan Sekjen PWI Pusat.


Sebagai tambahan pengetahuan kita, kasus dugaan penyalahgunaan wewenang, korupsi, suap, dan penggelapan dana hibah BUMN yang dilakukan oleh para dedengkot koruptor PWI binaan Dewan Pers ini telah dilaporkan ke Bareskrim Polri dan KPK RI. Dalam waktu dekat, komponen masyarakat pers lainnya juga akannelakukan pelaporan ke Kejaksaan Agung perihal dugaan pengelapan dana rakyat itu oleh pengurus pusat PWI.


“Kita berharap semoga aparat penegak hukum bekerja secara professional dalam memproses kasus yang telah mencemarkan dan menghancurkan marwah pekerja pers Indonesia ini,” ujar anggota PWI Jaya, Edison Siahaan, yang merupakan salah satu pelapor, bersama Yusuf Rizal, kasus dugaan korupsi oleh Hendri cs ke Bareskrim Polri beberapa waktu lalu. (TIM/Red)


Jakarta
– Tetiba muncul kehebohan terkait Rancangan UU Penyiaran yang baru akibat memuat pasal-pasal tentang pelarangan melakukan dan mempublikasikan hasil jurnalisme investigasi. Sementara itu, menurut sejumlah pihak di parlemen, usulan RUU Penyiaran tersebut sudah dilakukan sejak beberapa waktu lalu. Mengapa publik terkaget-kaget dengan munculnya berita tersebut?


“Tidak perlu heran soal gonjang-ganjing semacam ini. Biangnya ada di Dewan Pers dan PWI peternak koruptor yang berkantor di Kebon Sirih sana,” sebut Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia, Wilson Lalengke, merespon permintaan tanggapannya oleh rekan-rekan media, Senin, 20 Mei 2024.


Menurut alumni PPRA-48 Lemahannas RI tahun 2012 itu, Dewan Pers dan PWI selama hampir 10 tahun terakhir telah menjadi tembok penghalang berkembangnya informasi yang benar, faktual, dan sesuai kenyataan lapangan. Dewan Pers sesungguhnya adalah lembaga yang harus dihapuskan agar demokrasi benar-benar dapat berjalan sesuai mekanisme alam demokrasi secara alami.


“Kelakuan Dewan Pers itu lebih parah, bahkan lebih sadis, dari Kementerian Penerangan di jaman Orde Baru. Benar mereka belum pernah membredel sebuah lembaga media massa, tapi rekomendasi mereka yang mengkriminalisasi wartawan dengan alasan belum uka-uka (UKW – Red) dan medianya belum terdaftar di Dewan Pers telah menjadi senjata pemusnah kebebasan pers secara massif di tanah air,” jelas tokoh pers nasional yang dikenal gigih membela wartawan terzolimi oleh perilaku Dewan Pers selama ini.


Wilson Lalengke juga menyitir kebijakan Dewan Pers dalam kasus Sambo 2 tahun lalu. Dalam kasus itu, Dewan Pers melarang media melakukan investigasi terhadap kasus yang melibatkan sejumlah petinggi Polri tersebut dan meminta media hanya menayangkan ‘release resmi’ dari Polri dan atau lembaga berwenang.


“Anda bisa bayangkan bagaimana konyolnya Dewan Pers yang dengan gagah perkasa pasang badan melarang wartawan melakukan penelusuran dan pencarian informasi lapangan terkait sebuah kasus dan meminta media untuk menyiarkan hanya ‘berita rekayasa alias bohong’ dari polisi atau pihak berwenang. Tentu saja berita yang beredar bukanlah informasi yang benar dan faktual,” sebut Wilson Lalengke dengan menambahkan bahwa Dewan Pers dalam kasus Sambo waktu itu ternyata disogok pihak tertentu untuk menyetir media-media di tanah air.


Jika sekarang Dewan Pers terdengar lantang menolak RUU Penyiaran yang berisi pelarangan jurnalisme investigasi, patut dipertanyakan motivasinya. Sangat mungkin mereka ingin memancing di air keruh, yang oleh karena itu kalangan pers semestinya waspada dengan move-move lembaga partikelir itu.


“Apakah Dewan pecundang Pers tidak sadar diri bahwa selama ini dialah pihak yang sangat getol menghambat perkembangan kemerdekaan pers di Indonesia? Mengapa tiba-tiba tampil ibarat seorang pahlawan kemerdekaan pers dan demokrasi dengan menyatakan menolak RUU Penyiaran yang kontroversial itu? Kita perlu waspada terhadap musang berbulu domba semacam Dewan Pers ini yaa, hampir pasti ada udang di balik bakwan,” tambah Wilson Lalengke mewanti-wanti.


Kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah BUMN yang melibatkan pengurus pusat dan staf PWI yang sedang diproses aparat penegak hukum saat ini menjadi gambaran bagi masyarakat betapa buruknya sistem penyebaran informasi yang dilakukan oleh rekan-rekan media yang tergabung di organisasi pers PWI itu. Sesuai petunjuk yang maha mulia Dewan Pers, para wartawan PWI tidak lagi menjadi kontrol sosial masyarakat dan pemerintah, tapi justru menjadi corong para bandit anggaran yang bertebaran di semua Kementerian/Lembaga (K/L) dan dinas-dinas, hingga pemerintah desa di seluruh pelosok nusantara.


“Akibatnya, berita yang mereka munculkan ke publik hanyalah cuap-cuap advertorial dan iklan pemerintah, politisi, dan para bandar serta mafia, yang tentunya bukan untuk mencerdaskan masyarakat, tapi menipu publik. Kasus dugaan suap yang melibatkan Menteri BUMN dan pengurus pusat PWI itu semestinya menjadi reflektor bahwa pers Indonesia saat ini sudah kehilangan idealisme mulia untuk mengungkap kebenaran, tapi telah bermutasi menjadi jurnalisme transaksional, yang dengan demikian kebohongan menjadi hal biasa,” tegas lulusan pasca sarjana bidang Applied Ethics dari konsorsium universitas: Utrecht University, The Netherlands, dan Linkoping University, Sweden, ini.


Apakah PPWI menolak RUU Penyiaran, khususnya pasal tentang pelarangan jurnalisme investigasi? Menjawab pertanyaan itu, pemimpin redaksi Koran Online Pewarta Indonesia (KOPI) ini menjawab diplomatis, “Anda sudah tahu jawabannya”.


“Jika RUU Penyiaran ini akhirnya disahkan juga, maka akan bertambah panjanglah cerita perih perjuangan PPWI dalam membela warga masyarakat yang terzolimi akibat pemberitaan. Akan muncul banyak kasus pemberitaan yang sebenarnya informasi didapatkan secara kebetulan namun karena kepentingan pihak tertentu, terutama yang berkuasa dan beruang, pewartanya dipersoalkan menggunakan pasal pelarangan jurnalisme investigasi. Dewan Pers pasti berdansa ikut irama gendang sang penguasa dan pengusaha, karena ada uang di situ,” tandas Wilson Lalengke sambil mengatakan sangat menyayangkan jika RUU semacam ini harus ada di negara yang menganut sistim demokrasi seperti Indonesia. (APL/Red)