Just another free Blogger theme

Sunday, 12 September 2021

 

 


UU Nomor 18 Tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

 

 

1.      Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya.

2.      Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3.      Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa izin atau penggunaan izin yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah.

4.      Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi.

5.      Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah adalah kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan tanpa izin Menteri.

6.      Terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersamasama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.

7.      Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan.

8.      Pemberantasan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.

9.      Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan kayu, serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

10.   Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu melalui kegiatan penebangan, permudaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

11.   Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu adalah izin usaha yang diberikan oleh Menteri untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran.

12.   Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumendokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan.

12.

13.   Hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan, atau kayu pacakan yang berasal dari kawasan hutan.

14.   Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh) sentimeter atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima puluh) meter di atas permukaan tanah.

15.   Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan/atau daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan/atau melaksanakan usaha pelindungan hutan yang oleh kuasa undang-undang diberikan wewenang kepolisian khusus di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berada dalam satu kesatuan komando.

16.   Pejabat adalah orang yang diperintahkan atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan dengan suatu tugas dan tanggung jawab tertentu.

17.   Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah yang oleh undang-undang diberi wewenang khusus dalam penyidikan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

18.   Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri.

19.   Pelapor adalah orang yang memberitahukan adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan kepada pejabat yang berwenang.

20.   Informan adalah orang yang menginformasikan secara rahasia adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan kepada pejabat yang berwenang.

21.   Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan secara terorganisasi di wilayah hukum Indonesia dan/atau berakibat hukum di wilayah hukum Indonesia.

22.   Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang teroganisasi, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.

23.   Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

24.   Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

25.   Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.

25.

1.      Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam komunitas alam lingkungannya yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dan yang lainnya.

2.      Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.

3.      Perusakan hutan adalah proses, cara, atau perbuatan merusak hutan melalui kegiatan pembalakan liar, penggunaan kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha atau penggunaan Pertzinan Berusaha yang bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian Perizinan Berusaha di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan, yang telah ditunjuk, ataupun yang sedang diproses penetapannya oleh Pemerintah Pusat.

4.      Pembalakan liar adalah semua kegiatan pemanfaatan hasil hutan kayu secara tidak sah yang terorganisasi.

5.      Penggunaan kawasan hutan secara tidak sah adalah kegiatan terorganisasi yang dilakukan di dalam kawasan hutan untuk perkebunan dan/atau pertambangan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.

6.      Terorganisasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh suatu kelompok yang terstruktur, yang terdiri atas 2 (dua) orang atau lebih, dan yang bertindak secara bersama-sama pada waktu tertentu dengan tujuan melakukan perusakan hutan, tidak termasuk kelompok masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar kawasan hutan yang melakukan perladangan tradisional dan/atau melakukan penebangan kayu untuk keperluan sendiri dan tidak untuk tujuan komersial.

7.      Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan.

8.      Pemberantasan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.

9.      Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, jasa lingkungan, hasil hutan kayu dan bukan ka5ru, serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

10.   Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa ka).u melalui kegiatan penebangan, permudaan, pengangkutan, pengolahan dan pemasaran dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya.

11.   Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hasil hutan adalah Perizinan Berusaha dari Pemerintah untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan) dan pemasaran.

12.   Surat keterangan sahnya hasil hutan adalah dokumen-dokumen yang merupakan bukti legalitas hasil hutan pada setiap segmen kegiatan dalam penatausahaan hasil hutan.

13.   Hasil hutan kayu adalah hasil hutan berupa kayu bulat, kayu bulat kecil, kayu olahan, atau kayu pacakan yang berasal dari kawasan hutan.

14.   Pohon adalah tumbuhan yang batangnya berkayu dan dapat mencapai ukuran diameter 10 (sepuluh) sentimeter atau lebih yang diukur pada ketinggian 1,50 (satu koma lima puluh) meter di atas permukaan tanah.

15.   Polisi Kehutanan adalah pejabat tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan/atau daerah yang sesuai dengan sifat pekerjaannya menyelenggarakan dan/atau melaksanakan usaha pelindungan hutan yang oleh kuasa Undang-Undang diberikan wewenang kepolisian khusus di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berada dalam satu kesatuan komando.

16.   Pejabat adalah orang yang diperintahkan atau orang yang karena jabatannya memiliki kewenangan dengan suatu tugas dan tanggung jawab tertentu.

17.   Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu dalam lingkup instansi kehutanan pusat dan daerah yang oleh UndangUndang diberi wewenang khusus dalam penyidikan di bidang kehutanan dan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

18.   Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri.

19.   Pelapor adalah orang yang memberitahukan adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan kepada pejabat yang berwenang.

20.   Informan adalah orang yang menginformasikan secara rahasia adanya dugaan, sedang, atau telah terjadinya perusakan hutan kepada pejabat yang berwenang.

21.   Setiap orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan perbuatan perusakan hutan secara terorganisasi di wilayah hukum Indonesia dan/atau berakibat hukum di wilayah hukum Indonesia.

22.   Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang teroganisasi, baik berupa badan hukum maupun bukan badan hukum.

23.   Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

24.   Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

25.   Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kehutanan.

25.

25.

Penjelasan: (Cukup Jelas)

Analisi:

Terdapat beberapa perubahan kata dalam UU terbaru seperti kata “izin” berubah menjadi “Perizinan Berusaha”.

 

 

UU Nomor 18 Tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

 

 

Pasal 2 (Masih Berlaku)

Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan berasaskan:

a.    keadilan dan kepastian hukum;

b.    keberlanjutan;

c.    tanggung jawab negara;

d.    partisipasi masyarakat;

e.    tanggung gugat;

f.     prioritas; dan

g.    keterpaduan dan koordinasi.

(Tidak ada perubahan)

Penjelasan:

a.    Yang dimaksud  dengan ”keadilan dan kepastian hukum” adalah pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum/ketentuan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum berlaku untuk semua lapisan masyarakat.Yang dimaksud dengan ”keberlanjutan”  adalah   setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi untuk menjaga kelestarian hutan.

b.    Yang dimaksud dengan ”tanggung jawab negara” adalah pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan merupakan tanggung jawab negara untuk melakukannya agar kelestarian hutan tetap terjaga.  

c.    Yang dimaksud “partisipasi masyarakat” adalah bahwa keterlibatan masyarakat dalam melakukan kegiatan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan memiliki peran yang sangat signifikan dalam rangka menjaga kelestarian hutan.

d.    Yang dimaksud dengan ”tanggung gugat” adalah bahwa evaluasi kinerja pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan dilaksanakan dengan mengevaluasi pelaksanaan yang telah dilakukan dengan perencanaan yang telah dibuat secara sederhana, terukur, dapat dicapai, rasional, dan kegiatannya dapat dijadwalkan.

e.    Yang dimaksud ”prioritas” adalah bahwa perkara perusakan hutan merupakan perkara yang perlu penanganan segera sehingga penanganan penyelidikan, penyidikan, ataupun penuntutan perlu didahulukan.

f.     Yang dimaksud dengan ”keterpaduan dan koordinasi” adalah kegiatan pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan diselenggarakan dengan mengintegrasikan berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas pemangku kepentingan, dan koordinasi antarsektor dan antarkepentingan sangat diperlukan. Pemangku kepentingan antara lain Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat.

 

 

 UU Nomor 18 Tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

 

 

Pasal 3 (Masih Berlaku)

Pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan bertujuan:

a.    menjamin  kepastian hukum dan memberikan efek jera bagi pelaku perusakan hutan;

b.    menjamin keberadaan hutan secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian dan tidak merusak lingkungan serta ekosistem sekitarnya;

c.    mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan dengan memperhatikan keseimbangan fungsi hutan guna terwujudnya masyarakat sejahtera;

d.    meningkatnya kemampuan dan koordinasi aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait dalam menangani pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan. 

(Tidak ada perubahan)

Penjelasan: (Cukup Jelas)

 

 

Pasal 4 (Masih Berlaku)

Ruang lingkup pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan meliputi:

a.    pencegahan perusakan hutan;

b.    pemberantasan perusakan hutan;

c.    kelembagaan;

d.    peran serta masyarakat;

e.    kerja sama internasional;

f.     pelindungan saksi, pelapor, dan informan;

g.    pembiayaan; dan

h.    sanksi. 

(Tidak ada perubahan)

Penjelasan: (Cukup Jelas)

 

 

Pasal 5 (Masih Berlaku)

Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pencegahan perusakan hutan.

(Tidak ada perubahan)

Penjelasan: (Cukup Jelas)

 

 

Pasal 6 (Masih Berlaku)

(1)  Dalam rangka pencegahan perusakan hutan, Pemerintah membuat kebijakan berupa:

a.    koordinasi lintas sektor dalam pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan;

b.    pemenuhan kebutuhan sumber daya aparatur pengamanan hutan;

c.    insentif bagi para pihak yang berjasa dalam menjaga kelestarian hutan;

d.    peta penunjukan kawasan hutan dan/atau koordinat geografis sebagai dasar yuridis batas kawasan hutan; dan

e.    pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan.

(2)  Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menetapkan sumber kayu alternatif dengan mendorong pengembangan hutan tanaman yang produktif dan teknologi pengolahan.

(3)  Selain membuat kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), upaya pencegahan perusakan hutan dilakukan melalui penghilangan kesempatan dengan meningkatkan peran serta masyarakat.

(4)  Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan sumber kayu alternatif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. 

(Tidak ada perubahan)

Penjelasan:

Penetapan sumber kayu alternatif  dimaksudkan untuk memenuhi permintaan domestik dan internasional terhadap produk kayu yang senantiasa tumbuh pada saat pengurangan kapasitas industri pengolahan kayu dilakukan. Pengembangan hutan tanaman yang produktif dikembangkan dengan memanfaatkan lahan kritis dan lahan tidur seperti lahan bekas hak pengelolaan hutan.

 

 

UU Nomor 18 Tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

 

 

Pasal 7

Pencegahan perusakan hutan dilakukan oleh masyarakat, badan hukum, dan/atau korporasi yang memperoleh izin pemanfaatan hutan.

 

Pencegahan perusakan hutan dilakukan oleh masyarakat, badan hukum, dan/atau korporasi yang memperoleh Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan.

Penjelasan:

a.    Yang dimaksud dengan “masyarakat” adalah masyarakat setempat, masyarakat hukum adat, dan masyarakat umum.

b.    Masyarakat setempat merupakan masyarakat yang tinggal di dalam dan/atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial berdasarkan mata pencaharian yang bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan.

c.    Masyarakat hukum adat adalah masyarakat tradisional yang masih terkait dalam bentuk paguyuban, memiliki kelembagaan dalam bentuk pranata dan perangkat hukum adat yang masih ditaati, dan masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya yang keberadaannya dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.

d.    Masyarakat umum adalah masyarakat di luar masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat.

e.    Badan hukum yang dimaksud dalam Undang-Undang ini  adalah badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan koperasi.

Analisis:

Pada pasal ini kata “izin” pada UU lama menjadi Perizinan Berusaha” di UU terbaru.

 

UU Nomor 18 Tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Pasal 8 (Masih Berlaku)

(1)  Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pemberantasan perusakan hutan.

(2)  Pemberantasan perusakan hutan dilakukan dengan cara menindak secara  hukum pelaku perusakan hutan, baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.

(3)  Tindakan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. 

(Tidak ada perubahan)

Penjelasan: (Cukup Jelas)

 

 

Pasal 9 (Masih Berlaku)

Penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana perusakan hutan dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

(Tidak ada perubahan)

Penjelasan: (Cukup Jelas)

 

 

UU Nomor 18 Tahun 2013 Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja

Pasal 12

Setiap orang dilarang:

a.    melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan;

b.   melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang;

c.    melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah;

d.   memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa izin;

e.    mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;

e.

f.    membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;

g.    membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang;

h.   memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar;

i.     mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara;

j.    menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara;

k.   menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar;

l.     membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; dan/atau

m.  menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, dan/atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.

m.

 

 

a.        melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait pemanfaatan hutan;

b.        melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat;

c.        melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah;

d.        memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/atau memiliki hasil penebangan di kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat;

e.        mengangkut, menguasai, atau memiliki hasil hutan kayu yang tidak dilengkapi secara bersama surat keterangan sahnya hasil hutan;

f.           membawa alat-alat yang lazim digunakan untuk menebang, memotong, atau membelah pohon di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat;

g.          membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazirn atau patut diduga akan digunakan untuk mengangkut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat;

h.          memanfaatkan hasil hutan kayu yang diduga berasal dari hasil pembalakan liar;

i.           mengedarkan kayu hasil pembalakan liar melalui darat, perairan, atau udara;

j.           menyelundupkan kayu yang berasal dari atau masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui sungai, darat, laut, atau udara;

k.          menerima, membeli, menjual, menerima tukar, menerima titipan, dan/atau memiliki hasil hutan yang diketahui berasal dari pembalakan liar;

l.           membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah; dan/atau

m.         menerima, menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, danf atau memiliki hasil hutan kayu yang berasal dari kawasan hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah.

Pasal 12 A UU N0 18 TAHUN 2013

PASAL 12 A UUCK KEHUTANAN

 

1.             Orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 12 huruf a sampai dengan huruf f dan/atau huruf h dikenai sanksi administratif.

2.             Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap:

·       orang perseorangan atau kelompok masyarakat yang bertempat tinggal di dalam danf atau di sekitar kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus-menerus dan terdaftar dalam kebijakan penataan kawasan hutan; atau

·       orang perseorangan yang telah mendapatkan sanksi sosial atau sanksi adat

 


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me 123@abc.com

0 Comments:

Post a Comment