Oleh: Dr. Rahman Sabon Nama (Ketua Umum PDKN)
Situasi negara sedang berantakan. Hukum jadi pentungan politik. Partai politik jadi industri kartel. Ekonomi, sumber daya alam jadi monopoli taipan 9 Naga.
Semua ini akibat gangguan kewarasan modalitas dan moralitas pemimpin negara dan pemerintahan. Pemimpin yang doyan kangkangi konstitusi dasar negara, undang-undang, tata aturan dan moral hukum.
Parlemen, DPR, juga sami mawon: doyan kangkangi suara rakyat. Abai terhadap hak-hak konstitusional rakyat. Demonstrasi berjilid-jilid oleh mahasiswa, hingga belakangan terlibat intelektual, akademisi dan kelompok menengah lain untuk perbaikan, tak juga digubris parlemen.
Kondisi itu tindih-menindih berkelindan dengan beban utang negara yang terus menggunung. Sebuah beban yang ditindihkan begitu berat ke pundak rakyat untuk melunasinya melalui pajak. Beban ini mengganduli pemerintahan baru nanti: pemerintahan Prabowo Subianto.
Sadar dan tersentak akan kondisi itu, Parpol nonkontestan Pemilu 2024, PDKN (Partai Daulat Kerajaan Nusantara), mengambil langkah penyelamatan bangsa dan negara. Lewat Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) partai ini, sejumlah pribumi yang ahli hukum dan finansial dihimpun untuk menyatu, melalukan langkah ini.
Grand agendanya: Mengusut collateral asset dinasti Kerajaan Nusantara yang selama ini diduga kuat digunakan secara gelap, ilegal, oleh kelompok cacing yang bermetamorfosis menjadi 9 Naga. Pada gilirannya kelompok taipan Cina Daratan ini menjadi beruang oligarki ekonomi super kaya, mengeksploitasi kekayaan maupun menyetir kebijakan pemerintah dan negara.
Riset, investigasi dan analisis DPP PDKN yang mewadahi aspirasi kerajaan Nusantara menemukan: Collateral asset dinasti Nusantara yang ditengarai digunakan secara tidak sah adalah aset Kode 101 Eigendom Verponding Tanah Swapraja dan collateral asset dari Konversi Emas ke $.US oleh Bank Indonesia (BI).
Asset itulah disimpan di bank pelaksana nasional yaitu bank-bank swasta: Bank Lippo (berdiri Maret 1989), Bank BCA (berdiri 21 Februari 1957), Bank Danamon (berdiri 16 Juli 1956), Bank BUMN Bank Mandiri ( berdiri 2 Oktober 1998), Bank BUMN BRI (berdiri 16 Desember 1895), dan Bank BUMN BNI (berdiri 5 Juli 1946).
Dari dokumen ahli waris pemegang collateral asset dan collateral cash yang bergabung di PDKN termaktub: Aset tersebut berasal dari konversi emas dalam $ USD oleh Bank Sentral Indonesia (BI) dan tercatat di Bank Dunia dan IMF adalah :
1. Bank BCA dengan No. Account 22415-XXXXX terhitung tanggal 1 November 2012 menerima total dana $.US 430 billiun dengan bunga 4 % /tahun.
2. Bank Danamon dengan No. Account 99308-XXXXX tertanggal 1 Januari 1967 dan 1 November 2012 menerima total dana $US 966 billiun.
3. Bank CIMB Niaga menerima dana sejak 1 Januari 1967 menerima dana $.US 110 billiun_
4. Bank Lippo Group yang diterima Mochtar Riady dari Bank Indonesia dengan No. Account 23429-XXXXX sejumlah total dana sejak 1 November 2012 $.US 960 billiun.
Ada 13 collateral asset milik Raja/Sultan Nusantara menjadi agenda Depkumham DPP PDKN dalam pengusutan. Satu di antaranya, emas murni yang dijadikan jaminan pencetakan uang IDR sesuai kesepakatan dalam visi-misi pasca Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
Kesepakatan bersejarah yang terdiamkan dan terbungkamkan itu dibuat antara Presiden RI pertama, Bung Karno, dan para Raja Sultan Nusantara yang diwakili YM Sri Sultan Hamengkubowono IX dari Kerajaan Mataram Yogyakarta Hadiningrat.
Prioritas utama Tim Kerja khusus PDKN ini adalah menelusuri dan melakukan investigasi kemana saja dana $US 900 billiun (miliar) yang tersimpan pada Bank Lippo mengalir dan digunakan. Begitu pula tehadap bank-bank lain.
Dasar dan latar PDKN mengambil langkah ini merupakan kewajiban dan tanggungjawab moral menyikapi situasi negara kesatuan ini, NKRI, yang tengah dilanda pelbagai prahara. Baik politik, hukum, maupun soliditas dan solidaritas sosial, terutama keadaan ekonomi dan keuangan negara yang terus kian merosot, mengantar rakyat Indonesia ke jurang kemiskinan, kemunduran pendidikan, kesehatan dll.
Sudah 79 tahun kemerdekaan negeri ini, para Raja Sultan Nusantara dan rakyat pribumi enggan dan tidak pernah mengusik penggunaan collateral asset itu. Namun inilah saatnya melalui PDKN para Raja Sultan Nusantara yang telah dengan sukarela dan sukacita menyerahkan kedaulatan kekuasaannya demi terbentuknya sebuah NKRI, perlu mengambil langkah penyelamatan negara, bangsa dan nusa.
Langkah penyelamatan itu adalah menghentikan penggunaan collateral asset kerajaan Nusantara oleh kelompok 9 Naga Cacing atau kelompok manapun untuk kemudian dikembalikan kepada pemiliknya, Dinasti Kerajaan Nusantara. Dari sinilah collateral asset itu akan digunakan bagi kepentingan bangsa dan negara, terutama kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran segenap rakyat Indonesia.
PDKN memandang, penyelamatan lebih substansial dan esensial adalah, agar Prabowo Subianto yang resmi menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2024 dapat mengeluarkan Dekrit Presiden Kembali ke Naskah Asli UUD 1945 dan Pancasila 18 Agustus 1945.
Naskah asli yang dikembalikan itu diparipurnakan dengan Adendum pemisahan kekuasaan antara Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara Pemerintahan yakni: Kepala Pemerintahan dijabat oleh Presiden dan Kepala Negara dijabat oleh Raja Sultan Nusantara Pemegang Aset Dinasti secara bergilir dengan Sebutan Raja Yang Dipertuan Agung Kepala Negara.
Penempatan Raja Sultan Nusantara sebagai Kepala Negara terkandung makna dan tanggungjawab, agar seluruh dana collateral asset milik dinasti Kerajaan Nusantara kembali ke Pangkuan Ibu Pertiwi, Indonesia, untuk semata-mata memenuhi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat melalui pembangunan dan pengelolaan sumber daya alam nan kaya raya ini.[]
(_Rahman Sabon Nama adalah cucu buyut Pahlawan Adipati Kapitan Lingga Ratuloli dari Kerajaan Sunda Kecil/Adonara Solor Watan Lema, NTT_)