Just another free Blogger theme

Tuesday, 30 April 2024



Oleh: Sarifuddin


Palopo - Kasus korupsi yang terjadi di tubuh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ternyata nyaris mencapai kepastian, dan peristiwa itu menyadarkan kita bahwa korupsi memang sudah terstruktur dan massif di organisasi binaan Dewan Pers itu. Hal ini sebagaimana dilansir dari tulisan Abdul Aziz dari Yogyakarta yang berjudul: ‘Oknum PWI Pelaku Korupsi adalah Para Bajingan Berkedok Wartawan’.


Berdasarkan tulisan rekan Abdul Aziz tersebut, dalam tulisan ini kita akan membahas betapa bangsatnya oknum petinggi PWI. Mereka memanfaatkan jabatan untuk menjadikan dirinya seolah punya ‘kasta lebih tinggi’, dengan menjadi gerombolan koruptor dan menjual integritas kewartawanan. Kita juga akan membahas urgensi perubahan dalam organisasi dan intern Dewan Pers untuk melindungi integritas jurnalis dan kebebasan pers.


Di awal tulisannya, Abdul Aziz membuka tabir kasus korupsi yang menimpa organisasi wartawan tertua di Indonesia, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Tulisan itu menyadarkan kita bahwa dalam organisasi yang dibentuk untuk melindungi kepentingan umum dan menjunjung tinggi integritas jurnalis, justru ada oknum yang memanfaatkan jabatannya demi keuntungan pribadi.


Penulis merinci betapa kasta PWI seolah-olah lebih tinggi daripada para wartawan lainnya. Di beberapa dinas pemerintahan misalnya, kantor-kantor dinas memasang tulisan "Hanya Pemegang KTA PWI yang Boleh Masuk". Hal ini juga jelas terlihat dari penampilan para anggota PWI yang merasa lebih superior daripada wartawan yang tidak tergabung di PWI.


Abdul Azis mengeksplorasi fakta bahwa korupsi di tubuh PWI pusat tidak main-main, yaitu dalam jumlah bermilyar-milyar rupiah. Bahkan, dia juga menyitir bahwa para bangsat PWI ini menjadi pelindung para koruptor di berbagai level pemerintahan.


Kita melihat bahwa para oknum anggota PWI ini disebut sebagai bajingan, super bangsat, dan penghancur negara Republik Indonesia oleh masyarakat yang geram terhadap kehadirannya. Penulis memaparkan betapa para oknum anggota PWI ini hanya bersorban nama islami tetapi tidak lebih dari maling tengik.


Abdul Aziz menggambarkan figur wartawan Kompas, Hendri Ch Bangun, mantan Wakil Ketua DP yang merupakan Ketua Umum PWI, sebagai dedengkot bajingan koruptor karena terbukti melakukan kejahatan korupsi uang rakyat miliaran rupiah. Di sini, kita mengeksplorasi fakta bahwa rencana mengkorupsi uang hibah BUMN yang digawangi Erick Tohir adalah bagian dari rekayasa Ketua Umum PWI peternak koruptor Hendry Ch Bangun si dedengkot bajingan koruptor itu.


La, dalam tulisannya Abdul Aziz menegaskan urgensi perubahan dalam organisasi PWI dan pembinanya, Dewan Pers (DP). PWI dan DP harus diberantas sebagai organisasi yang telah merusak integritas jurnalis dan kebebasan pers. Penulis merujuk pada pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bahwa pers bertugas memperjuangkan keadilan dan kebenaran.


Di bagian akhir, penulis itu mengajak organisasi Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dan elemen bangsa lainnya untuk melaporkan temuan-temuan kejahatan terstruktur dan masif yang dilakukan PWI atas dana hibah BUMN. Artikel tersebut menuntut untuk mengadili dan memenjarakan para koruptor. Penulis ini menekankan bahwa Indonesia tidak boleh hanya menuntut pengembalian hasil kejahatan korupsi para gerombolan koruptor tersebut, tapi juga memproses hukum mereka semua.


Kini, hampir tak ada lagi yang dapat diharapkan dari organisasi pers uzur di Indonesia itu untuk kemajuan bangsa. Organisasi pers yang semestinya menjadi juru penerang bagi jalan sebuah bangsa telah berubah menjadi penjarah dan penggarong uang rakyat demi kepentingan pribadi dan kelompoknya. Pada poin ini, PWI tidak lebih baik dari kelompok warga lainnya. PWI mengalami krisis integritas oleh ulah pengurus dan anggotanya sendiri. Bahkan, PWI kini berada pada kasta paling rendah dan buruk di mata masyarakat. Mereka adalah koruptor bajingan berbaju wartawan tanpa harga diri dan martabat sama sekali. (*)


Penulis adalah pemerhati masalah media dan publikasi, tinggal di Palopo

Sunday, 28 April 2024



Oleh: Abdul Aziz


Yogyakarta - Terkuaknya korupsi yang dilakukan oknum petinggi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menyadarkan kita bahwa korupsi itu memang sudah terstruktur dan massif. Kita amat sering menemukan tulisan di pintu masuk kantor Pemerintahan kalimat berikut "Hanya Pemegang KTA PWI yang Boleh Masuk". Tulisan ini banyak sekali terlihat saat berkunjung ke dinas-dinas, di saat awak media bukan anggota PWI akan mengkonfirmasi informasi pada kantor dinas yang ada di daerah-daerah.


Begitu pula dengan para Anggota PWI yang memegang wilayah tersebut, mereka merasa kastanya lebih tinggi dari rekan-rekan yang tidak tergabung dengan PWI atau medianya tidak diverifikasi Dewan Pers (DP). Saat ini terkuak dengan jelas fakta, bukti pengakuan dari Dewan Kehormatan PWI itu sendiri yang menyatakan dan membenarkan bahwa di tubuh PWI pusat terjadi korupsi yang jumlahnya tidak main-main yaitu bermilyar-milyar rupiah.


Wajar jika rakyat berteriak mengatakan mereka para oknum anggota PWI itu adalah

bajingan, super bangsat, penghancur negara Republik Indonesia. Karena mereka, korupsi merajalela di negeri ini, dari semua level pemerintahan, baik desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, apa lagi level kementerian. Semuanya  dilindungi para bangsat-bangsat PWI yang bernama Hendri Ch Bangun, Sayid Iskandar Syah, Syarif Hidayatullah, Muhammad Ikhsan, dan gerombolannya. Kalau melihat namanya, dalam benak kita pasti berpikir mereka orang baik, cocok untuk jadi panutan karena nama itu nama yang mengisyaratkan manusia berperilaku muslim. Ternyata mereka tidak lebih dari maling tengik alias bangsat bersorban nama islami, nauzubillahimin zalik. 


Mantan Wakil Ketua DP, Hendri Ch Bangun, yang mengagungkan Dewan Pers sebagai tuannya media, rupanya tidak lain adalah dedengkot bajingan koruptor yang terbukti merekayasa, sehingga terjadinya mega korupsi uang hibah BUMN yang digawangi Erick Tohir. Kenapa Dewan Pers bungkam? Sejumlah pihak berkeyakinan DP mengetahui semua kejadiannya, dari proses pencairan hingga bagi-bagi hasil korupsi dana hibah itu. 


Karena bukan tidak mungkin bangsat-bangsat PWI ini bekerjasama dengan DP untuk pengajuan permohonan permintaan dana hibah ke BUMN tersebut. Sekarang saatnya PWI introspeksi, berhenti mejadikan DP sebagai rujukan perusahaan media, Indonesia tidak butuh DP dan PWI.


Indonesia butuh media dan insan pers yang memiliki integritas tinggi, yang tidak bisa diintervensi oleh kekuatan apapun. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tengan Pers sudah menjelaskan bahwa Pers harus melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.


Saya berharap Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) segera mengambil tindakan melaporkan temuan-temuan kejahatan terstruktur dan masif yang dilakukan PWI ke Kepolisian RI. Demikian juga organisasi dan elemen masyarakat lainnya agar bersama-sama memberantas korupsi di dunia wartawan yang bersarang di organisasi PWI peternak koruptor peliharaan Dewan Pers.


Indonesia tidak boleh menerima permintaan maaf dan pengembalian hasil kejahatan saja dari para gerombolan koruptor uang rakyat di PWI. Mereka sudah melakukan korupsi dan menikmati uang rampokan dana hibah BUMN, maka para bandit bajingan itu harus dipenjarakan. (*)


SecretService@108

Thursday, 25 April 2024


Jakarta – Kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh para oknum pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) ternyata bukanlah sekedar isu kosong belaka. Sejumlah informasi dan bukti otentik telah muncul ke permukaan, antara lain testimoni atau pernyataan dari pengurus inti organisasi ‘anak emas’ Dewan pecundang Pers itu. Pimpinan redaksi Harian Koran Jakarta, Mathen Selamet Susanto, yang merupakan Bendahara Umum PWI telah menyampaikan kronologi peristiwa korupsi dana hibah dari BUMN ke PWI tersebut ke publik.

Untuk memperjelas peristiwa yang semestinya tidak lagi perlu dikategorikan sebagai ‘dugaan korupsi’ itu, berikut ini di-copy-paste-kan uraian kronologi peristiwa yang diterima redaksi media baru-baru ini. Informasi diterima dari sumber terpercaya, yakni dari wartawan senior PWI, yang minta namanya tidak dipublikasikan. Sebagian dari informasi yang ditampilkan di sini telah terkonfirmasi melalui pengembalian dana ke rekening PWI oleh Sekretaris Jenderal PWI, Sayid Iskandarsyah, sebesar Rp. 540 juta pada tanggal 18 April 2024 lalu melalui transfer Bank Mandiri.

Kronologi Peristiwa

Ini (semacam) testimoni dari Bendahara Umum PWI, Marthen Selamet Susanto.

Kronologi Dana Cash Back Bantuan BUMN untuk UKW:

- Desas-desus cash back BUMN sudah merebak di beberapa kalangan pengurus PWI sebelum peringatan HPN 20 Feb 2024.

- ⁠Kabar ini saya redam dulu hingga peringatan HPN pada 20 Februari 2024 usai. Saya sebagai Ketua Pelaksana HPN tentu harus konsentrasi ke HPN agar acara berjalan lancar.

- ⁠Selesai HPN, saya yang juga Bendahara Umum PWI wajib cari tahu kebenaran kabar desas-desus cash back tersebut. Bagaimana bisa saya sebagai bendahara umum PWI tidak mengetahui (kalau benar) ada dana keluar dalam jumlah besar.

- Saya tanya kepada staf sekretariat PWI bagian keuangan, Lia. Menurut Lia, dari Rp 6 miliar dana BUMN tersebut sudah masuk ke rekening PWI sebesar 3,6 M. Rinciannya pada akhir Desember 1,3 M dan 500 juta, kemudian pada 12 Februari masuk 1,8 M.

- ⁠Masih menurut Lia, dari 3,6 M dana yang sudah masuk itu, sudah keluar dari rekening PWI sebagai cash back sebesar 540 juta pada akhir Desember, 540 juta pada 13 Februari. Ada juga fee kepada yang dianggap berjasa disetujuinya bantuan BUMN tersebut (Syarif) sebesar 691 juta (19 persen dari dana masuk). Total dana yang keluar 1,771 M atau sekitar 49 persen dari 3,6 M. 

- 29 Februari 2024 saya menerima undangan dari Sekjen untuk hadir di Rapat Internal PWI yang akan berlangsung pada 5 Maret 2024

- ⁠5 Maret 2024 saya hadir di rapat internal. Meski di undangan yang saya terima hanya mengundang pengurus harian, ternyata hadir juga dari DK (Pak Sasongko dan Bu Uni), dari Dewan Penasihat (Bang Ilham dan Bang Timbo).

- ⁠Rapat membahas apa benar ada cash back kepada oknum BUMN.

- ⁠Saat diberikan kesempatan berbicara, saya menjelaskan bahwa sebagai bendahara umum saya tidak tahu sama sekali ada uang keluar sebesar itu dari rekening PWI.

- ⁠Untuk cash back 540 juta pada akhir Desember 2023 bisa jadi saya tidak tahu karena saya sedang berada di luar negeri.

- ⁠Namun untuk cash back 540 juta pada 13 Februari saya ada di Jakarta, hampir tiap hari saya ke Kantor PWI karena persiapan HPN. Tetapi kenapa saya tidak diberi tahu ada dana keluar dari rekening PWI sebesar itu.

- ⁠Saya juga menjelaskan soal fee kepada yang dianggap berjasa menggolkan bantuan BUMN untuk UKW. Fee sebesar 19 persen itu di luar ketentuan. Saya mulanya membuat peraturan fee bagi siapa saja yang berhasil menggolkan sponsorship untuk PWI sebesar 10 persen. Tapi saat diminta ketemu Ketum untuk membicarakan fee sponsorship BUMN saya tidak bisa hadir. Saya wakilkan kepada Wakil Bendahara Umum, dan disepakati fee sebesar 15 persen. Tapi fee yang diterima Syarif ternyata 19 persen dari gross uang masuk.

- ⁠Setelah rapat 5 Maret saya cari tahu lagi ke Lia, siapa yang tanda tangan cheque dana cash back tersebut?

- ⁠Cash back akhir Desember yang tanda-tangan cheque Sekjen (Sayid Iskandarsyah) dan Wakil Bendahara Umum (M Ihsan).

- ⁠Koq bisa Wakil Bendahara Umum tanda tangan cheque. Bukankah dalam Peraturan Rumah Tangga PWI pasal 12, ayat 14 tentang tugas, wewenang, dan tanggung jawab Bendahara Umum pada huruf C disebutkan: “Bersama Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani cheque dan surat-surat berharga lainnya.

- ⁠Cash back 13 Februari, cheque ditandatangani Ketum dan Sekjen.

- ⁠Setelah menerima penjelasan dari Lia tentang siapa yang menandatangani cheque, saya menelpon Wakil Bendum. Saya tanya, kenapa ada dana keluar dari PWI sebesar itu, Bendahara Umum koq tidak tahu? Wakil Bendum tidak menjawab.

- ⁠Wakil Bendum malah menawari saya untuk menggunakan orang yang bisa membuat laporan keuangan beres. Saya saat itu setuju saja.

- ⁠6 Maret 2024. Setelah saya pertimbangkan secara matang, tawaran Wakil Bendum untuk menggunakan orang yang bisa membuat laporan keuangan beres, saya tolak. Saya dibilang tidak konsisten. Saya jawab, untuk hal ini saya harus tidak konsisten.

- Antara 6 dan 14 Maret, persisnya kapan saya lupa. Saya tanya Lia, siapa yang mencairkan cheque untuk cash back? Untuk akhir Desember, pencairan dilakukan Yudi, staf sekretariat PWI. Yang kedua 13 Februari pun oleh Yudi.

- ⁠Lantas siapa yang mengantar uang tersebut ke orang BUMN, Lia gak tau persis tapi ada tanda terimanya. Yang 540 pertama, penerimanya dengan tanda tangan huruf awal G. Penerima 540 juta yang kedua, tanda tangan penerima tertulis Sekjen.


- ⁠Dimana tanda terima tersebut? Dijawab Lia, diminta Pak Ihsan.

- ⁠14 Maret 2024, saya bertanya via telepon ke Wakil Bendum, dimana tanda terima cash back? Dia jawab, saya simpan. Kenapa Pak Ihsan simpan, koq bukan di Lia saja. Dia jawab, tanya Ketum saja.

- ⁠18 Maret 2024, Lia memberi tahu saya kalau uang dari BUMN sudah masuk lagi 1M. Jadi total dana yang sudah masuk 4,6M.

- ⁠26 Maret 2024, pada hari yang sama dengan buka puasa dan malam apresiasi kepada para sponsor HPN di Hall Dewan Pers, DK mengadakan rapat di Kantor Pusat Lantai IV Gedung Dewan Pers. Saya diundang di rapat DK. Dari DK yang tidak hadir hanya Iskandar. Saya kembali jelaskan keterangan yang saya peroleh dari Lia sepeti yang sudah saya tulis di atas.

- ⁠3 April 2024. Saya ketemu Yudi di depan Mushollah Dewan Pers. Saya tanya, setelah uang 540 juta kamu ambil dari Bank, kamu bawa kemana uangnya? Dia jawab, yang pertama (akhir Desember) dia bawa ke kantor dan diserahkan ke Sekjen. Kemudian Sekjen bersama Syarif Hidayatulloh, dan Riza (Humas) mengantar uang tersebut. Yang 540 juta yang kedua juga sama, dibawa ke kantor dan diserahkan ke Sekjen.


*Kesimpulan*


1. Dana sponsorship BUMN untuk UKW yang sudah disetor ke rekening PWI adalah Rp 4,6 Miliar.

2. Sebesar 1,5 M telah digunakan untuk UKW di 10 provinsi.

3. ⁠Dikeluarkan untuk cash back kepada orang BUMN Rp 1,080 M.

4. ⁠Ditransfer untuk fee Syarif karena dianggap berjasa menggolkan bantuan BUMN tersebut sebesar Rp 691 juta. Apa benar Syarif ini yang berjasa menggolkan dana bantuan BUMN. Bukankah ini atas perintah Presiden Jokowi saat menerima pengurus PWI di Istana?

5. ⁠Kementerian BUMN menyatakan bahwa pihaknya sudah mentransfer ke rekening PWI sebesar Rp 3,6 M, kemudian bertambah Rp 1 M. Jadi total sudah Rp 4,6 M yang ditransfer ke rekening PWI.

6. ⁠Kementerian BUMN juga menyatakan bahwa tidak satu pun orang BUMN yang menerima cash back dari PWI.

7. ⁠Uang sudah keluar Rp 1,080 M dari rekening PWI untuk cash back, tapi pihak BUMN membantah menerima cash back tersebut. Kemana larinya uang Rp 1,080 M tersebut.

8. ⁠Lantas siapa orang yang tanda tangannya ada di tanda terima cash back Rp 540 juta akhir Desember dengan huruf awal G di tanda tangan?

9. ⁠Lantas kemana larinya cash back Rp 540 juta 13 Februari dengan tanda terima yang ditandatangani Sekjen tersebut?


Sebagaimana disebutkan di bagian awal bahwa Sekjen PWI telah mengembalikan dana hibah yang sempat diambil secara tidak sah pada Kamis, 18 April 2024, pukul 11:17:05 WIB. Dari slip setoran dana yang dikeluarkan Bank Mandiri, tertulis angka Rp. 540.000.000,- dengan keterangan di kolom Berita Transaksi “Pengembalian UKW FH BUMN”. Penyetor dana secara cash dalam transaksi itu tertulis nama Sayid Iskandarsyah.


Dalam keterangannya saat menggelar penyampaian aspirasi di Gedung Dewan Pers pada Jumat, 19 April 2024 lalu, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, mengatakan bahwa pengembalian dana tersebut menjadi bukti nyata telah terjadi tindak pidana korupsi. Tokoh pers nasional ini juga mempertanyakan sebagian dana miliaran hasil korupsi yang hingga hari ini masih belum jelas penggunaannya.


Di lain pihak, pada hari yang sama, Ketua Perkumpulan Wartawan Media Online Indonesia (PWMOI), Jusuf Rizal, telah berkoordinasi dengan Bareskrim Mabes Polri dan melaporkan para oknum terduga koruptor yang bercokol di organisasi pers PWI peternak koruptor binaan Dewan Pers tersebut. Publik berharap, aparat penegak hukum dapat mengambil tindakan atas kasus ini sesegera mungkin sebelum para koruptor itu menghilangkan jejak korupsinya. Semoga! (APL/Red)


Sumber: Wartawan senior PWI, dikirimkan langsung via WA ke Sekretariat PPWI Nasional


Berdasarkan Surat Keputusan Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Nomor: 20/IV/DKPWI-P/SK-SR/2024 tertanggal 16 April 2024, tentang Sanksi Organisasi terhadap Hendry Ch Bangun, dinyatakan bahwa Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Hendry Ch Bangun tersebut terbukti melakukan tindakan korupsi uang rakyat yang dihibahkan oleh BUMN kepada PWI untuk kegiatan UKW, sebesar Rp. 1.771.200.000- (Satu miliar tujuh ratus tujuh puluh satu juta dua ratus ribu rupiah).

Sebanyak Rp. 540 juta dari uang tersebut dikembalikan ke rekening PWI pada tanggal 18 April 2024 oleh para koruptor itu setelah menyadari bahwa tindakan kriminal mereka diketahui publik.

Berikut ini adalah tampang 4 (empat) dedengkot koruptor di dunia Pers Indonesia yang selama ini bercokol di organisasi PWI yang diback-up Dewan pecundang Pers. Publikasi tampang para kriminal ini bertujuan untuk memudahkan masyarakat mengidentifikasi wajah-wajah pelaku korupsi di kalangan wartawan. 


Lebih daripada itu, diharapkan agar aparat penegak hukum, yakni Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian BUMN, dan Presiden Republik Indonesia, serta semua pihak terkait dapat menangkap dan memproses hukum para koruptor ini sesegera mungkin.

Ayooo seluruh rakyat Indonesia yang merasa uangnya dirampok para koruptor ini, ingat wajah mereka, sebarkan foto-foto mereka ke seluruh nusantara agar selalu waspada terhadap para DEDENGKOT KORUPTOR PERS INDONESIA tersebut.



Kalau bukan kita yang berantas korupsi, siapa lagi? Jika bukan sekarang, kapan lagi? BERGERAK BERSAMA BERANTAS KORUPSI..!!!


SEBARKAN...

Thursday, 11 April 2024




MAKASSAR - Pengurus Ikatan Keluarga Alumni Teknik Universitas Hasanuddin (IKA Teknik UNHAS) melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) pada Jumat, 12 April 2024, untuk memilih calon Ketua Umum baru periode 2024-2028.

Munas tersebut akan digelar di Kampus Teknik Unhas Gowa, Jl Poros Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada Jumat pukul 13.30 Wita hingga selesai.

Ketua Panitia Pelaksana Munas IKA Teknik Unhas 2024, Anwar Mattawape mengungkapkan bahwa sejauh ini sudah 18 IKA jurusan se-Teknik Unhas maupun IKA Teknik Wilayah yang sudah mengirimkan nama-nama untuk utusan penuh mereka di Munas dalam rangka pemilihan Ketum IKATEK yang baru.

"Sejauh ini dari 20 IKA jurusan dan wilayah sudah 18 mengirimkan nama untuk peserta utusan penuh dan nama untuk utusan peninjau," kata No', sapaan akrab Anwar Mattawape, Kamis, 11 April 2024.

Anwar juga mengungkapkan bahwa pelaksanaan Munas IKATEK Unhas mengikuti aturan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah ditetapkan oleh IKA Unhas.

"Selaku IKA Fakultas, aturan dan tata tertib pelaksanaan Munas IKATEK mengikuti AD/ART IKA Unhas," tuturnya.

Lebih lanjut, alumnus Teknik Perkapalan Unhas Angkatan 1995 ini juga menyebut sudah ada belasan nama calon Ketua Umum IKATEK yang telah masuk ke panitia Munas.

"Nama yang masuk sebagai calon Ketum sudah belasan nama," ungkapnya.


Anwar Matawappe pun berharap, Munas 2024 bisa berjalan lancar dan ketua umum IKATEK yang baru bisa terpilih untuk menjalankan amanah kepemimpinan IKA Teknik Unhas selama satu periode ke depan.


"Harapan kami Munas bisa berjalan lancar, terpilih ketua IKATEK yang baru, dan ke depannya bisa mensinergiskan semua rencana, semua IKA jurusan dan wilayah, dan semua angkatan untuk bersama-sama berakselerasi sesuai harapan masing-masing," ujar No'.


"Jadi no one left behind (tidak ada satu pun yang tertinggal)," pungkasnya.